Faktor industri pun turut memengaruhi. Ketika sektor properti sedang lesu, atau banyak proyek perumahan yang macet, bank akan lebih selektif dalam menyalurkan KPR karena khawatir aset yang dibiayai tidak likuid.Â
Oleh karena itu, memilih pengembang properti yang terpercaya dan memiliki rekam jejak baik bisa menjadi langkah preventif untuk menghindari penolakan kredit akibat risiko eksternal.
Setelah Kredit Disetujui: Tanggung Jawab Tak Boleh Kendor
Mendapatkan persetujuan KPR bukanlah akhir dari perjuangan. Justru di sinilah tanggung jawab besar dimulai.Â
Membayar cicilan tepat waktu setiap bulan selama puluhan tahun adalah komitmen jangka panjang yang menuntut kedisiplinan tinggi.Â
Keterlambatan pembayaran bukan hanya bisa menimbulkan denda, tetapi juga berpotensi merusak skor kredit yang telah dibangun susah payah.
Setelah cicilan lunas pun, proses belum sepenuhnya selesai. Debitur perlu secara aktif meminta surat pelunasan dari bank serta memastikan bahwa status SLIK mereka diperbarui.Â
Banyak kasus di mana seseorang telah melunasi seluruh kewajiban, namun karena tidak mengecek SLIK, status kreditnya masih tercatat sebagai "aktif berjalan", yang bisa menimbulkan masalah saat ingin mengajukan kredit baru.Â
Pembaruan data SLIK bisa memakan waktu beberapa minggu, oleh karena itu penting untuk memantau secara berkala dan berkoordinasi dengan pihak bank.
Literasi Keuangan: Fondasi yang Sering Diabaikan
Masalah besar yang sebenarnya menjadi akar dari sulitnya akses masyarakat terhadap kredit bukan semata pada sistem keuangan, tetapi pada minimnya literasi keuangan masyarakat itu sendiri.Â
Banyak orang yang tidak memahami perbedaan antara utang produktif dan konsumtif, atau tidak tahu cara menghitung rasio utang sehat.Â
Akibatnya, mereka terjebak dalam pola keuangan yang tidak berkelanjutan dan sulit keluar dari lingkaran pinjaman konsumtif.