Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ibarat Keong Tanpa Cangkang ( Episode 6 )

3 Mei 2019   07:07 Diperbarui: 3 Mei 2019   07:37 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Catur bersandar pada daun pintu, suara langkah kaki bos terdengar mulai menjauh, kemudian hilang sama sekali, mengalir air mata yang sedari tadi di tahannya, antara menyimpan amanah dan rasa iba, kasihan, sedih bercampur menjadi satu.

Baru saja pak Markus Susilo bosnya, bercerita panjang lebar, dan Catur hanya boleh mendengar dan tidak boleh bertanya, waktu lima belas menit si bos bicara, adalah waktu yang sangat panjang, seakan satu hari satu malam si bos bercerita dan Catur hanya boleh mendengar tidak boleh bertanya.

"Pak Catur lembur." Suara bang Jack satpam paling senior di kantor, membuyarkan lamunan Catur.

Dia tidak menjawab tetapi melihat jam tangan yang dikenakannya, jam menunjukan pukul 18.02.

"Liat sikon." Kata Catur

"Saya Sholat magrib dulu." Lanjutnya

Catur keluar ruangan kerjanya diikuti bang Jack, menuju tempat parkir dimana terdapat mushola kantor yang minimalis, melaksanakan sholat magrib sendiri, karena semua pegawai sudah pulang, termasuk si bos, hanya Jack satpam yang ada berkeliling mecek semua ruangan, mematikan lampu dan AC serta perlengkapan listrik yang lain, kalau ada pegawai yang lupa untuk mematikan.

Selesai sholat, Catur mengambil Al-Qur`an di rak pojok ruangan mushola, sudah lama dia tidak memegang dan membaca Al-Qur`an bathinnya.

Catur terus membaca perlahan, tak terasa waktu sholat Isya telah tiba, dia kembali melaksanakan Sholat Isya.

Setelah selesai, dia menuju pos satpam, di sapanya jack

"Belikan saya nasi goreng di depan yah."

"Sambalnya banyakin, Jack terserah mau apa." Kata Catur sambil menyerahkan uang seratus ribu rupiah ke bang Jack

"Siap, pak." Kata Jack

"Nanti antar ke ruangan saya saja dan tolong sekalian dengan air putih." Kata Catur dan dilanjutkan dengan kata terima kasih sebelum ia meninggalkan pos satpam.

Diruangan kerjanya Catur kembali mengingat apa yang si bos ceritakan tadi sore kepadanya, ia tidak tahu harus berbuat apa, ia pasrahkan saja semuanya.

Ia bagaikan seekor keong tanpa cangkang, mencoba mencari apa saja sebagai pelindung, untuk bertahan hidup, sampai saat ini ia belum tahu harus berbuat apa, masih dua hari lagi, besok Sabtu, lusa Minggu dan hari Senin adalah mulai segalanya.

Lamunan Catur terhenti saat pintu ruangan kerjanya di ketuk, Jack dengan sepiring nasi goreng dan segelas air putih menghampiri.

"Terima kasih, Jack."

"Sama-sama pak, ini kembaliannya." Kata Jack sambil meletakan uang kembalian entah berapa karena terlipat rapi.

"Saya nanti tidur di kantor saja, ada yang saya kerjakan sedikit, besok pagi saya pingin berolah raga di sempur." Kata Catur melanjutkan omongannya sebelum Jack keluar ruangannya.

"Ia, pak." Kata Jack

Lima menit menjelang pukul sepuluh malam, catur sudah merebahkan diri di sofa ruangannya, di kantor ini tidak ada mess, kalau mau tidur nikmat dengan selonjoran hanya ada dua ruangan di kantor ini, satu ada di ruangan bos dan yang satu lagi di mushola.

Catur akhirnya tertidur lelap tanpa senyum dan mimpi, menunggu pagi untuk berolah raga, yang kedua dia lakukan sejak minggu lalu, ia bisa melupakan pikirannya, ia bisa melupakan omongan bos tadi sore, ia lupa semua, sampai dia juga lupa kalau dia sudah tidur malam ini.

"Brakkk !!" Catur membanting keras pintu mushola, karena dia sudah kesiangan untuk sholat shubuh, Jack yang menyaksikan dari tadi hanya diam membisu, dia biarkan Catur menunaikan sholat  subuh pukul 5.45 pagi.

Waktu sekarang menunjukan pukul 6.15, Seperti janjinya pada diri sendiri ingin berolah raga di lapangan Sempur, jarak lapangan sempur dari kantor nya paling lama di tempuh lima belas menit, jadi sekitar 6.30 an dia sudah berada di lapangan. Cuaca lumayan cerah, sangat pas untuk berolah raga.

Benar saja sesuai perkiraan tepat pukul 6.30 Catur sudah berada di lapangan sempur, bersiap siap untuk joging, baru dapat satu putaran tiba-tiba cuaca berubah 180 drajat, rintik mulai turun, ini Bogor, kota hujan, susah di tebak, keringat belum lagi keluar, hujan sudah turun, kali ini mulai deras, Catur mencoba menerobos hujan untuk berlindung di warung soto paruh, sarapan di sana.

Catur kembali kaget sesampai di warung soto paruh, sudah ada Dessy di sana, yang juga kaget karena tidak menyangka akan ketemu dengan Catur, terlihat Azka tertidur dengan tangan di jadikan bantal dan di letakkan di atas warung.

"Ketemu lagi, pak...eh Catur," kata Dessy

"Ia, rutin berolah raga disini ?" Tanya Catur

"Kalau saya rutin, hampir setiap minggu, asal tidak turun hujan, ini tadi terang, namun tiba-tiba hujan," lanjut Dessy

"Mari kita sarapan bersama, sudah pesan ?" tanya Catur

"Belum."

"Saya soto paruh, kamu pesan apa ?"

"Saya soto paruh juga."

Soto paruh dua bang, saya paruhnya banyakin dikit ya," Lanjut Catur

Mereka berdua menikmati soto paruh, disaksikan hujan yang semakin deras, sesekali Dessy membetulkan letak kepala Azka yang ingin terjatuh karena letak meja dan duduknya sedikit tinggi.

Saat ini waktu sudah menunjukan pukul 09.00 pagi, namun tanda-tanda hujan akan reda belum terlihat, malah semakin deras saja, Dessy terlihat mulai gelisah, sementara Azka masih tertidur lelap.

"Kenapa ?" tanya Catur

"Hari ini ada pelanggan dari Jakarta akan datang jam 09.30." Kata Dessy

"Mau saya antar pulang ?"

"Tapi pakai sepeda motor, kebetulan di motor ada jas hujan dua." Catur menawarkan

"Malah jadi merepotkan Catur." Kata Dessy

Tunggu disini, sebentar saya ambil motor, kata Catur seraya mengeluarkan dompet untuk membayar makan mereka berdua.

Jas hujan di pakai Azka dan Dessy sedang Catur tidak menggunakan, walau Dessy sudah memaksa agar Catur menggunakan satu, sedang Dessy dan Azka  satu mereka gunakan berdua, tapi Catur tetap memaksa Dessy dan Azka yang menggunakan jas hujan, alasanya karena jarak antara lapangan sempur dan rumah Dessy tidak lebih dari satu kilometer.

Honda Beat yang di kendarai Catur menerobos hujan yang semakin kencang, terlihat Dessy kencang memegang pundak Catur, dan mengapit Azka di tengah mereka berdua.

"Maaf, setelah suami saya meninggal, baru ini saya di gonceng pakai motor." Kata Dessy sesampai mereka di rumah Dessy.

Dessy mempersilahkan Catur untuk masuk dulu, lokasi toko butik dan rumah bersebelahan, halaman mereka jadi satu, nampak seorang setengah baya membukakan pintu rumah, sementara butik sudah terbuka, terlihat dua orang perempuan yang menjaga butik.

"Catur mandi dulu ya ?" kata Dessy

"Nanti pakaian ganti bisa pilih di butik."

"Gratis, itung-itung ongkos ojeg." Canda Dessy

"Ngak usah, saya langsung balik saja."

"Itu sudah disiapin minum, sama si bibi."

"Kalau gitu minum aja dulu." Lanjut Dessy

Catur duduk, di depan kopi susu, dan epat potong pisang goreng, yang disiapkan oleh si bibi, Dessy masuk ke dalam sebentar kemudian keluar lagi dengan handuk yang kelihatannya belum pernah digunakan, dan menyerahkan ke Catur untuk mengeringkan muka dan tangan yang masih sedikit basah.

"Bener ngak mau mandi ?" ulang Dessy

"Setelah mendiang suami saya ngak ada, baru ini ada lelaki yang masuk ke rumah ini." Lanjut Dessy.

Dessy duduk, di kursi depan Catur ikut mencicipi pisang goreng, sesekali mereka tersenyum bersama.

"Saya pamit dulu, lain waktu main kesini lagi."

" Oh iya, ini kartu nama saya, siapa tau di kantor atau temen-temen Catur ada yang perlu di butik saya, bisa menghubungi saya, di jamin murah dan ada discount lah." Kata Dessy

Catur menerima kartu nama tersebut, membacanya sebentar, kemudian memasukakannya ke dalam dompet.

"Pamit dulu, salam sama Azka dan bibi."

Catur mengendarai kendaraanya menerobos hujan yang semakin deras, sementara Dessy melihat dan tersenyum kearah Catur sambil melambaikan tangan, dan berkata "Hati-hati."

Edsix,03052019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun