Di kanan-kiri jalan menuju pusat kota Samalanga bisa ditemukan warung dengan bangku dan meja panjang dari stenlis.
Deretan warung kopi itu dapat ditemui di jalan-jalan menuju kota yang berjarak sekitar 1 kilometer dari pusat Kecamatan Samalanga. Tak mengherankan kota Aceh ini disebut "Kota 1.001 Warung Kopi". Setiap hitungan meter, akan ditemui warung kopi. Suasana begitu hidup, hangat, dan masing-masing sudah dengan pelanggannya yang tiada henti berkunjung.
Saya bersama adek adek pengelola jurnalsamalanga.com mencoba mengunjungi salah satu warung kopi yang terletak di jalan utama Samalanga. Warung Annasuha "Samalanga City' namanya. Dari posisi duduk, pengunjung bisa melihat aktivitas para pegawai warkop tersebut membawakan kopi hilir-mudik ke meja-meja. Dapur kopi tak terpisah dari ruang duduk pengunjung. Hanya tersekat persegi 4. Kopi diseduh dalam sebuah panci besar yang terus dipanaskan di atas kompor gas dengan api kecil.
Makin malam, warung makin ramai. Hampir setiap hari penduduk Samalanga mengunjungi warung langganan mereka, sebelum atau setelah bekerja. Tak mau kalah dengan warung kopi yang lain, warkop Annasuha "Samalanga City" menyediakan fasilitas Wi-Fi dan menu makanan lainnya di kedainya itu. Tapi selempar pandang kami malam itu, sedikit orang menggenggam telepon selulernya. Rata-rata asyik mengobrol dengan kawannya di tiap meja.
Hampir semua warung kopi di Samalanga punya pelanggan tetap. Sudah cocok dengan satu kedai, maka ke situlah mereka akan datang. Berkumpul dengan kawan, memesan gelas kopi sesuai dengan selera, ditemani berbagai camilan seperti mi udang, sate apaleh, ayam penyet, lalu masing-masing meja ramai dengan obrolan.
Saking sudah jadi pelanggan, pesanan pengunjung ini biasanya sudah dihafal oleh para pelayan. Salah satu kawan kami yang bekerja sebagai staf di salah satu Dinas di Kabupaten Bireuen, Rudi, datang dan hanya menyebut "kopi" kepada salah seorang pelayan. Tak lama kemudian pesanannya tiba, segelas besar kopi susu dihantarkan. Kaget, karena porsi yang disajikan berbeda dengan porsi pada umumnya. "Dia sudah tahu pesananku kopi susu yang jumbo," ujarnya, menyeringai.
Warung Annasuha "Samalanga City" tergolong muda, karena di sebelum mereka launching sudah ada beberapa warung kopi yang berdiri. Contohnya warung kopi D ekpresso, Ms Ulee Kareng yang berjarak hanya hitungan meter.
Di antara sekumpulan penikmat kopi di Annasuha "Samalanga City", ada seorang paruh baya bernama Andri, 70 tahun. Dia duduk menyendiri bersandar pada tiang warung. Di hadapannya segelas kopi masih mengepul. Di samping gelas kopi, ada sebungkus rokok. "Kopi ya temen merokok," ujar Andri. "Saya masih kuat tidak merokok sehari, dari pada tidak ngopi, bisa pusing seharian," ujar bapak enam orang anak tersebut.
Jadwal bekerja Andri tiap harinya mulai matahari terbit sampai pukul lima sore. Sebelum pulang ke rumah untuk beristirahat, ia kerap mampir memesan segelas kopi di Annasuha "Samalanga City. Sedangkan sepeda motor jhon birunya ia sandarkan di tepi jalan tak jauh di seberang warung. Kopi, menurut dia, bisa membantu menyegarkan diri. Apalagi setelah semalaman ia berjaga. Tubuhnya yang kurus menyandar santai di salah satu tiang warung, sesekali mulutnya mengepulkan asap rokok merek 555 berlebel Malaysia.
Toleransi pun erat. Setiap pemilik warung tak bersaing, di antara sesama pedagang saling menjaga dan memberi kesempatan untuk mengais rezeki.