TULISAN singkat dan sederhana ini dirasa sangat penting dan menjadi kebutuhan guna membangun kesadaran bersama. Alasan utamanya karena kini baik Orang Asli Papua (OAP) maupun Non-Papua yang tinggal dan hidup di Tanah Papua terlihat sudah tidak hidup sesuai dengan tatanan nilai peradaban hidup Bangsa Papua. Terlebih khusus dari kedua pesan hidup yang pernah disampaikan oleh Pdt. Izak Samuel Kijne.
Pendeta Izaac Samuel Kijne adalah hamba Tuhan berkebangsaan Jerman yang ditugaskan di Wondama sajak tahun 1925. Ia dipindahkan dari Kepulauan Mansinam tempat Injil pertama masuk di tanah papua. Mulai saat itulah Wasior dikenal luas karena ia mendirikan Gereja dan Sekolah Zending. Di gereja dan sekolah itulah anak-anak dan orang dewasa Asli Papua mulai diajarkan tentang Injil dan etika hidup sebagai Orang Kristen.
Salah satu karyanya yang paling dikenal hingga saat ini di Wondama adalah Batu Peradaban. Di atas batu itulah bertuliskan isi dari awal Peradaban Bangsa Papua.
“Di atas batu ini, saya meletakkan Peradaban Orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri” (Wasior, 25 Oktober 1925).
Isi Pesan dari Bapak Peradaban Orang Papua ini memiliki makna bahwa suatu saat nanti Orang Papua akan tampil sebagai pemimpin di atas tanah leluhurnya sendiri, meskipun, ada orang banyak dengan berbagai latar belakang yang berdatangan dari berbagai daerah, Dengan beragam kepentingan.
Mengingat kemungkinan loyalitas dari kepemimpinan orang yang memiliki kepentingan itu, kembali Tokoh Pendidikan Orang Papua itu pernah menitipkan catatan penting buat kehidupan di Tanah Papua. Catatannya tersebut tidak hanya untuk Anak Negeri Papua. Akan tetapi dialamatkan untuk semua orang. Entah itu Papua maupun Non-Papua yang hendak akan berkarya di atas Tanah Papua.
"Barang Siapa yang bekerja di Tanah ini dengan setia, jujur dan dengar-dengaran, maka ia akan berjalan dari tanda heran yang satu ke tanda heran yang lain.” (Pdt. I.S. Kijne, 1947.)
Dari pesan religius di atas, dapat dipahami bahwa ia memuat tentang sederetan anjuran dan pahala yang akan dialami oleh siapa saja yang akan berkarya di Tanah Papua. Entah itu, ia pendatang maupun Orang Asli Papua yang akan hidup dan berkarya di Tanah Papua. Sehingga, apapun jenis tanda heran yang akan dialami sangat bergantung pada karyanya.
Barang siapa yang akan bekerja dengan setia, jujur dan dengar-dengaran, maka ia akan menyaksikan dan mengalami mujizat-mujizat ilahi dari Sang Khalik. Hal tersebut tentu akan dialami oleh mereka diluar dugaan manusia biasa. Sebagaimana sesuai dengan hukum tabur dan tuai. Prinsipnya, apa saja yang ditanam, hal itu pula yang akan dipanen oleh mereka.
Sementara mereka yang tidak melaksanakan amal dan karyanya sesuai dengan catatan di atas, maka mereka justru akan menyaksikan dan mengalami tanda-tanda heran yang buruk.