Mohon tunggu...
Muhammad Ali
Muhammad Ali Mohon Tunggu... AKU MENULIS, MAKA AKU ADA

Tertarik pada pencarian makna hidup, saya menggabungkan filsafat, spiritualitas, dan refleksi pribadi untuk memahami diri dan dunia. Dengan ketenangan dan kesadaran, saya menghadirkan perspektif yang mendalam dalam tulisan, menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman untuk menginspirasi perubahan positif.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suami Filsuf Tragikomedi: Menertawakan Hidup di Tengah Badai Hormonal

6 Maret 2025   10:56 Diperbarui: 6 Maret 2025   10:56 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menikah bukan sekadar tentang cinta, tetapi juga tentang bertahan hidup di tengah absurditas kehidupan rumah tangga. Jika Nietzsche mengatakan "Tuhan telah mati," maka dalam pernikahan, seorang suami terkadang mengalami "kematian eksistensial" saat berhadapan dengan realitas yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Inilah yang disebut sebagai "Suami Filsuf Tragikomedi," sebuah peran yang menggabungkan kebijaksanaan filsafat dengan komedi yang lahir dari dinamika kehidupan sehari-hari.

Banyak yang berpikir bahwa menjadi suami itu seperti menjadi seorang Zen Master: tetap tenang di tengah badai, menghadapi omelan dengan kepala dingin, dan tidak mudah terprovokasi oleh perubahan suasana hati istri yang kadang tak terduga. Namun, dalam praktiknya, bahkan seorang Zen Master pun bisa kehilangan ketenangannya ketika dihadapkan pada realitas yang tak bisa dinegosiasi, seperti keinginan istri yang berubah-ubah dalam hitungan menit. Misalnya, ketika suami ditanya ingin makan apa, ia menjawab "terserah," tapi kemudian semua pilihannya justru salah di mata istri. Inilah realitas yang tak bisa dihindari.

Ada suatu cerita, sepulang kerja, tubuh lelah dan ingin beristirahat sejenak. Tapi istri yang sedang hamil dengan penuh semangat ingin memasak untuk suaminya, meskipun ia sendiri mengeluh kelelahan. Ketika sang suami menawarkan solusi, "Nggak usah masak, beli saja di luar," jawabannya, "Kita kan sudah belanja, masa dibuang?" Alternatif lain ditawarkan, namun tetap ditolak. Pada akhirnya, sang istri tetap memasak sambil mengomel karena kelelahan. Suami membantu? Tetap salah. Diam? Dibilang tidak peka. Berbicara? Dituduh membentak. Inilah titik di mana pemikiran Nietzsche masuk: apakah ini kehendak untuk berkuasa atau sekadar kehendak untuk bertahan hidup?

Dalam situasi seperti ini, banyak yang mencoba menerapkan prinsip stoikisme. Apakah akan dikendalikan atau mengendalikan? Yang paling aman adalah menerima segalanya sebagaimana adanya, tanpa perlawanan. Duduk tenang, mengamati situasi, membiarkan badai hormonal mereda dengan sendirinya. Namun, ternyata diam pun bukan solusi.

"Mas kok diam saja? Aku tuh butuh didengar!"

Menyadari bahwa strategi pasif tidak berhasil, beberapa suami beralih ke pendekatan lain: humor.

"Sayang, kamu ini kayak Socrates. Sering bertanya, tapi jawabannya selalu menjebak."

Tatapan tajam mungkin sempat muncul, tetapi tak lama kemudian, tawa pun pecah. Entah karena lucu atau karena sudah lelah marah-marah, yang jelas ketegangan mencair.

Ada pula yang berpikir bahwa memiliki anak perempuan akan menjadi game changer dalam kehidupan rumah tangga. Seorang putri kecil yang bisa menjadi sekutu dan pelindung dalam menghadapi tekanan domestik. Ketika istri mulai memarahi tanpa alasan yang jelas, suami bisa bersandar pada anak dan berkata, "Nak, tolong jelaskan ke ibumu kalau ayah tidak bersalah."

Namun, seorang teman menertawakan strategi semacam ini. "Lo kira anak perempuan bakal bela lo? Justru nanti dia bakal ikutan ibunya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun