Mohon tunggu...
Mira Miew
Mira Miew Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

Menulis adalah panggilan hati yang Tuhan berikan. Caraku bermanfaat untuk orang banyak adalah melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Angkot Oh Angkot

25 April 2017   08:06 Diperbarui: 25 April 2017   17:00 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ANGKOT OH ANGKOT

Sebuah tulisan dari pengalaman pribadi

Sejak awal Januari 2017, saya memutuskan untuk naik kendaaraan umum ke kantor. Selama ini biasanya saya “nebeng” sama teman yang kebetulan rumahnya melewati rumah saya, namun karena teman saya datangnya siang terus sementara saya harus datang pagi banget, saya memutuskan untuk naik angkutan umum.

Saya sebetulnya jarang banget naik angkutan umum a.k.a angkutan kota (angkot) di kota sendiri karena jarak dari rumah saya ke kota sangat dekat. Jadi saya selalu menggunakan sepeda sebagai angkutan sehari-hari termasuk kadang ke kantor juga bersepeda.

Pengalaman selama beberapa bulan berhubungan dengan angkot adalah lebih banyak merasakan ketidaknyamanan daripada nyamannya naik angkutan umum. Belum lagi saya mendengar berita sering banyak kejadian yang kurang mengenakan yang terjadi di angkot, dari mulai kecopetan (pencopet kerjasama dengan sopir), pemerkosaan, pelecahan seksual bahkan yang terakhir terjadi penyanderaan seorang Ibu dan anaknya di Jakarta.

Mengenai Tarif

Pada tahun 2014-2015 ketika BBM premium di angka Rp. 8.500 – Rp. 7.600 , DPC Organda Purwakarta menaikan tarif angkutan umum dari yang semula Rp. 3.000 menjadi Rp. 4.000. Kenaikan ini efek kenaikan BBM waktu itu yang dirasa tinggi. Masyarakat waktu itu menerima walaupun sebelum kenaikan tarif, sopir angkot berdemo yang mengakibatkan banyak penumpang terlantar pada saat itu.

Namun sayangnya ketika tahun 2016, ketika BBM premium di angka Rp. 6.550,- hal itu tidak dibarengi dengan kenaikan tarif angkutan umum. Tarif angkutan umum di Purwakarta hanya turun 3% dari Rp. 4.000 menjadi Rp. 3.900. berbeda dengan kota lain seperti Bandung dan Bogor yang menurunkan tarif menjadi Rp. 3.000.

Untuk biaya transportasi, setiap hari saya harus mengeluarkan Rp. 16.000,- per hari karena ke kantor dengan jarak +- 5 km, saya harus 2 kali naik angkot. Artinya sebulan saya harus mengeluarkan biaya transportasi untuk jarak yang hanyak 5 Km sebesar Rp. 400.000,- . Cukup besar untuk jarak 5 km.

Wajar saja jika sekarang banyak orang yang beralih ke sepeda motor karena per minggu mereka hanya perlu mengeluarkan uang Rp. 30.000, atau Rp. 120.000,- per bulan- untuk transportasi sehari-hari ke tempat kerja mereka. Bahkan ada juga yang beralih ke transportasi bersepeda karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk beli bahan bakar.

Hanya akhir-akhir ini, saya sering mengalami sopir menaikkan tarifnya sendiri dengan alasan tidak ada kembalian. Jadi saya harus membayar ongkos Rp. 5.000,- setiap jalan. Buat saya untuk jarak yang dekat, tarif semahal itu dirasa berat. Disaat harga BBM premium sudah turun, kenapa angkutan umum menaikkan tarif sekenanya. Kalau alasannya tidak ada kembalian, kenapa tidak siapkan saja uang receh untuk kembalian, kan kasihan penumpang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun