Jeda yang Bermakna, Memeluk Diri Lebih Utuh
Pergi untuk menyepi tanpa ada satu orang pun yang mengenali akhirnya menjadi pilihan terbaik daripada di keramaian tetapi tidak ada satupun yang mengerti akan kondisi kesehatan mentalnya. Bukan bersembunyi ataupun lari dari kenyataan tapi karena diri butuh waktu untuk berpikir lebih tenang, berpikir lebih logis hingga menemukan makna dan keputusan terbaik tanpa emosi.
Kamar hotel menjadi tempat awal. Entahlah disaat kondisi sedang tidak baik-baik saja, mencari tempat yang tidak bisa diganggu dan diketahui oleh orang lain adalah hal terbaik. Di kamar yang kedap suara, tangis dan teriakan yang ditutupi oleh bantal seakan menjadi sarana paling tepat untuk mengeluarkan emosi dan isak tangis yang sudah tidak bisa ditahan. Tidak perlu malu ataupun gengsi karena tidak ada satupun orang yang mengetahui saat kamu mengeluarkan emosimu.
Menulis di buku diary menjadi kegiatan kedua. Mencurahkan perasaan dan pikiran yang sedang berkecamuk. Amarah, kecewa, sakit hati, kesedihan tertuang di dalam tulisan tersebut. Entahlah selalu ada rasa tenang ketika kita bisa mencurahkan apa yang ada dipikiran kita dalam bentuk tulisan.
Pergi ke Taman Hutan Kota dan menyatu dengan alam menjadi agenda ketiga saat menyepi. Berjalan kaki di taman yang dikelilingi pohon tinggi yang rindang dan suara air mengalir dari sungai seakan memberikan ketenangan pada diri dan imun bahagia kembali hadir saat menikmati waktu di alam terbuka.
Menyenangkan diri menjadi agenda keempat. Menonton pertunjukkan musik & pergi ke tempat kuliner yang ingin kita tuju untuk membeli makanan yang kita inginkan, Melihat orang-orang berlalu lalang dari balik jendela restoran dengan wajah bahagia seakan menjadi obat andalan untuk sejenak melarikan diri dari stress yang dihadapi. Â Isi dompet terkuras tetapi ada bahagia saat menikmatinya.
Tapi yang utama diantara aktivitas-aktivitas saat menyepi adalah mendekatkan diri pada Tuhan. Berbicara dan mengeluarkan isi hati kepada Tuhan, menangis, memohon mendapatkan jawaban dari seribu pertanyaan yang berkecamuk di pikiran, meminta ketenangan diri serta memeluk diri lebih utuh agar tidak salah membuat pilihan dan salah melangkah.
Tiga hari menyepi seakan menjadi jeda yang bermakna. Tanpa bercerita pada siapapun kecuali Tuhan dan buku diary tapi bisa menemukan obat sembuh bagi mental yang tengah sakit.Â
Menyepi mampu memeluk diri lebih utuh dan mulai mendapatkan jawaban dari titik masalah yang sebenarnya dan apa yang harus dilakukan ke depannya.Â
Yang pasti, sudah saatnya hidup untuk tidak lagi bergantung serta berharap lebih pada manusia yang pada perjalanannya lebih banyak memberi rasa kecewa bahkan menganggap kita ada hanya disaat membutuhkanmu saja.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!