"Cape, semua dituntut untuk jadi lebih dan berkembang. Semua dituntut untuk harus siap karena 'akan menghadapi dunia yang lebih besar lagi,' katanya."
Ia menggambarkan masa ini sebagai periode yang penuh dengan tekanan sosial. Setiap langkah seperti harus diukur dengan standar kesuksesan orang lain. "Kita belum sempat bernafas, tapi dunia sudah minta kita berlari" katanya.
Sebagai penulis, saya jadi merenung: berapa banyak dari kita yang terlihat "baik-baik saja" di luar, tapi sebenarnya sedang berjuang keras di dalam diri sendiri? Banyak anak muda kini hidup dalam kebisingan ekspektasi yang mereka ciptakan sendiri.
Ketakutan Terbesar yang Dirasa Ketika Usia 20-an
Saat ditanya tentang ketakutan terbesar di usia 20-an, Afi tidak menjawab soal karier, melainkan:
"Ribut mulu sama ortu, atau punya kenangan yang buruk sama semua lingkungan/orang/situasi yang dihadapi. Kadang aku pikir, ayolah hidup itu sebentar, jangan ribut terus."
Baginya, kedamaian merupakan impian yang harus dijaga. Memiliki konflik berkepanjangan dengan keluarga atau kerabat merupakan hal yang sangat ia takuti ketika usia 20-an. Ia sadar, luka yang tidak selesai dari masa remaja ikut terbawa dan memengaruhi cara ia memandang hidup sekarang.
Pressure di Usia 20-an Versi Afi
Pressure bagi Afi bukan hanya soal perasaan, tapi juga realitas hidup.
"Kerja. Harus cari uang buat adik sekolah." Katanya saat diwawancarai oleh tim Mind Scope.
Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Ia memiliki tanggung jawab ekonomi untuk membantu orang tuanya dalam membiayai sekolah adik-adiknya.