Mohon tunggu...
Cathaleya Soffa
Cathaleya Soffa Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Bersyukur dan jalani saja hidup ini. Man jadda wa jadaa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa Arti Sebuah Nilai, Tanpa Kejujuran

23 April 2019   23:25 Diperbarui: 24 April 2019   08:14 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Rana ..., Dwiki Selo Aji ..., Ganjar ..., Tania ..." Bu Rini satu-satu memanggil siswanya ke depan kelas. "Ditingkatkan prestasinya ya ...." Bu Rini mengingatkan.

Dudung yang duduk di pojok paling belakang kelas penuh harap-harap cemas menunggu hasil ulangan kemarin lusa. Dia berharap salah satu dari lembar kertas miliknya di sana, terpampang angka yang sesuai dengan keinginannya. Yah, minimal angka tujuhlah. Karena untuk mencapai angka itu tidaklah mudah, jika tidak bekerja keras menyimak kembali pelajaran yang diujikan. 

Berdebar hatinya menunggu Bu Rini memanggil namanya. Dilongokkan kepalanya berkali-kali. Masih belum ada tanda-tanda dari Bu Rini akan memanggil namanya. Hingga pada menit ke lima ....

"Dudung ...." Suara khas Bu Rini memanggilnya. Wajah bu Rini dipenuhi suka cita. Bibirnya tersimpul senyuman bangga. Ditepuk-tepuknya perlahan dan lembut lembar hasil ujian milik Dudung. "Sini kamu." Bu Rini memberikan perintah. 

Dudung segera menghampiri Bu Rini. Dengan segala perasaan yang ada, jantungnya berdebar kencang. Tak dihiraukan bisikan-bisikan temannya. Tentang dirinya yang katrok, tentang dirinya yang ga gaul, tentang dirinya yang kutu buku, tentang dirinya yang pendiam atau tentang apapun yang dilontarkan kawan-kawannya. Baginya introvert bukan satu julukan yang buruk. Inilah dunianya dengan segala kenyamanannya. Dan tak ada yang salah dengan dirinya.

Dengan bersemangat ia menghampiri ibu guru yang sebagian rambutnya sudah beruban. Perempuan berusia empat puluh sembilan itu memancarkan keteduhan. Gurat-gurat halus di kening dan kelopak matanya tidak menutupi paras bulenya. Dudung melangkah lekas. Menanti sesuatu yang benar-benar ditunggu, membuat ia mempercepat langkah kaki.

"Kau hebat sekali, Dung. Nilaimu begitu sempurna. Kamu mendapat nilai seratus." Bu Rini mengelus lembut pundak Dudung. Kertas itu tidak segera diserahkan kepadanya.

"Anak-anak ..." Bu Rini bangkit dari tempat duduknya. Ia menggeser kakinya agar bisa berdiri bersebelahan dengan Dudung. "Lihat." Lanjut Bu Rini. "Dudung mendapat nilai sempurna. Patut diacungi jempol." Bangga sekali Bu Rini dengan hasil kerja keras Dudung. Ia memuji kepintaran Dudung di depan kelas. 

"Huu ...." Siswa di kelas itu gaduh penuh sorak sorai. Terlihat sekali dari sikap mereka.  Antipati terhadap prestasinya.

"Pantaslah dapat nilai sempurna, tapi tidak pantas gaul sama kami." Buly seorang teman Dudung.

"Iya. Cupu itu kamu. Hihi ...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun