Mohon tunggu...
AFRINOL YEFA
AFRINOL YEFA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Dan Terus Belajar

OPOSISI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melihat Lebih Dalam Adat dan Budaya Minangkabau; Larangan Menikah dalam Satu Suku

22 Februari 2021   01:31 Diperbarui: 22 Februari 2021   03:28 1946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari kita lihat manfaat dan mudaratnya larangan menikah sasuku.                                             

Semua orang Islam tahu bahwa agama Islam adalah agama rahmat bagi sekalian alam, sehingga seluruh muslim dianjurkan untuk menjalin silaturrahmi serta pandai-pandai mencari kawan. Leluhur Minangkabau dahulu pastinya juga sudah meraba hal ini, sehingga mereka membuat aturan larangan manikah sasuku, karena menikah dengan kerabat satu suku hanya akan mempersempit pergaulan,menciptakan keturunan yg tdk berkualitas,kehilangan hak secara adat,membawa kerugian dalam materi,menjadikan salah satu suku memonopoli kesukuan/sehingga tdk merata,dan salah satu bentuk fanatisme buta.

Saat pernikahan terjadi antara dua suku yang berbeda, maka tak diragukan lagi dua suku tersebut akan memiliki ikatan, dan pengembangan bagi agama Islam. Lain cerita kalau menikah dengan yang lain agama. Ini baru kita gugat. saya juga percaya bahwa secara biologis,semakin jauh hubungan darah antara suami dan istri, maka semakin berkualitas keturunan yang akan dianugerahkan. Umar bin Khatthab pun pernah berkata, "Kalian sudah mulai melemah. Nikahilah wanita-wanita asing (yang jauh kekerabatannya, agar didapatkan keturunan yang kuat).

Tentang mudarat, tentu anda tahu bahwa pernikahan tak selalu berjalan mulus. Terkadang pernikahan berakhir di tengah jalan,cinta yang melandasi pernikahan dulu kini berubah menjadi kebencian. Pasangan satu suku yang menikah, kemudian pernikahan tersebut berakhir kebencian dapat memberi dampak buruk pada eksistensi suku tempat keduanya bernaung. Perpecahan tak dapat dihindarkan.Perpecahan di dalam satu suku adalah sebuah aib besar, karena pasti akan susah untuk didamaikan. Berbeda dengan pertengkaran suami-istri yang berbeda suku. Saat pertengkaran mencapai titik puncak, masing-masing pihak bisa mengirim utusan untuk melakukan perundingan. Kapan perlu, datuak dari masing-masing suku bisa turun tangan. Makanya tak heran jika menikah dengan pasangan berbeda suku lebih diutamakan. Mari sama-sama kita ubah mindset, karena tak dapat dipungkiri, beberapa orang yang baru belajar Islam menggeneralisir seolah semua adat itu bertentangan dengan agama. Dua abad lalu perpecahan antara kaum adat dan kaum agama pernah terjadi, namun dengan bijak perpecahan tersebut dapat terselesaikan. Apa penyelesaiannya? Itulah asas "Adaik basandi Syara', Syara' basandi Kitabullah, Adaik manurun, Syara' mandaki, Adaik nan kawi, Syara' nan lazim, Syara' mangato Adaik mamakai, Tuhan basifat Qadim, manusia basifat khilaf" yang dikenal dengan Sumpah Sati Bukik Marapalam tahun 1837. Pahamilah Islam, dalami pula adat, maka anda akan temukan bahwa Tuanku Imam Bonjol serta pendahulu Minang lainnya adalah orang-orang cerdas yang dapat menegakkan Islam di Ranah Minang, menghapus segala bentuk maksiat dari adat, membalutnya dengan ajaran Islam. 

Mari kita ulas satu persatu :                               

1.Mempersempit Pergaulan Orang yang sesuku adalah orang-orang yang sedarah, mempunyai garis keturunan yang sama yang telah ditetapkan oleh para tokoh dan ulama Minangkabau yang terkenal dengan kejeniusannya. "Ibaraiknyo cando surang se mah Laki-laki nan 'Iduik' atau cando surang se mah padusi nan kambang".

2.Menciptakan Keturunan yang Tidak Berkualitas Ilmu kedokteran mengatakan keturunan yang berkualitas apabila si keturunan dihasilkan dari orang tua yang tidak mempunyai hubungan darah sama sekali. Adapun keturunan yang terlahir akibat hubungan darah yang sama akan mengalami kecacatan fisik dan keterbelakangan mental (akibat genetika).

3.Mengganggu Psikologis Anak Psikologis anak akan terganggu akibat perlakuan rasis dan dikucilkan teman-teman sebayanya bahkan orang sekampung. Hal ini mengingat tidak dianggapnya orang tua di dalam kaum kerabat dan masyarakat.

4.Kehilangan Hak Secara Adat Pasangan yang menikah sesuku akan dikucilkan oleh sukunya, tidak dibenarkan duduk di dalam sukunya dan juga tidak diterima oleh suku-suku lain di wilayah atau luhak (daerah). Bahkan, bekas tempat duduk mereka akan dicuci oleh masyarakat, ini menggambarkan betapa buruknya mereka di mata masyarakat. Lelaki yang melakukan kesalahan hilang hak memegang jawatan ( menjunjung sako) yang terdapat dalam sistem Adat Perpatih. Sedangkan perempuan akan kehilangan hak atas segala harta pusaka suku. Pasangan terlibat "diperbilangkan" sebagai, Laksana buah beluluk, Tercampak ke laut tidak dimakan ikan, Tercampak ke darat tidak dimakan ayam. 

5.Membawa Kerugian Materi Sebagai Pelaku kesalahan adat, pernikahan sesuku perlu melakukan syarat-syarat yang ditetapkan dalam majelis yang diawasi oleh Datuk Lembaga (Ketua Suku) suku berkenaan menerimanya dan bergabung ke dalam ikatan keluarga dan suku. Adapun pasangan ini harus menyediakan 50 gantang beras dan mengadakan seekor kerbau atau lembu untuk majelis kenduri.  Menjemput Ketua-Ketua Adat dengan penuh istiadat ke majelis kenduri. Mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada orang ramai, pelaku kesalahan adat meminta maaf kpd' semua anggota suku yang hadir, 

6.Membuat kesenjangan sistem monopoli secara kesukuan,karna dengan adanya kawin sesuku maka akan ada kesenjangan dalam kesukuan. wallahualam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun