Mohon tunggu...
Ludwi Winardi
Ludwi Winardi Mohon Tunggu... -

Extraordinary person wanna be | Husband of Amazing Woman | Father of 3 Remarkable Sons | Love Travelling, Networking, Reading & Sport

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Para Penjaja Otak-otak

30 Desember 2014   22:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:09 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah memiliki pengalaman berdagang susu kedelai disekolahnya sewaktu dibangku taman kanak-kanak (potongan episodenya pernah saya posting disini), Hanif, Si Abang kedua tampak sedikit percaya diri ketika mendapatkan tantangan berdagang dilevel sekolah dasar (SD).

Disekolah barunya yang berbeda jenjang dari sebelumnya memiliki program mingguan yang disebut sebagai "Market Day", diselenggarakan setiap Hari Rabu setiap minggunya. Program rutin mingguan ini memberi tantangan dan kesempatan kepada para siswa dari seluruh kelas baik dijenjang Sekolah Dasar maupun jenjang tingkat lanjutannya untuk berjualan dipasar dadakan yang digelar dilapangan sekolah dengan target konsumennya adalah guru, karyawan, siswa, para orang tua dan penjemput.

Dapat dibayangkan persaingan dan juga potensi konsumennya yang luar biasa mengasah adrenalin anak-anak di ajang arena pasar terbuka tersebut, mungkin inilah yang membuat Mufid Si Abang Pertama surut menerima tantangan ini yang sejak tahun yang lewat kami tawarkan kepadanya, "takut gak laku jualannya yah..." begitulah kira-kira jawabnya singkat memberi alasan.

Terkaget-kaget saya ketika si Abang kedua ini berani menerima tantangan untuk berjualan di sekolahnya, karena selain tidak ada persiapan mau jualan barang apa dipasar terbuka itu, saya melontarkan tawaran itu tidak terlalu serius sebab target tawaran itu ditujukan kepada Abang Pertama yang belum mau tersulut juga oleh tantangan ini, awalnya hanya untuk manas-manasi si Abang Pertama supaya dia berani ambil tantangan itu. Apa mau dikata peluit sudah terlanjur saya semprit dan pemainnya-pun siap menerima bola, tinggal mencari ide mau berjualan apa nanti... pada saat itu kita  mengalir saja, tanpa pikir panjang.

Akhirnya terpikirlah sebuah makanan kecil yang biasa kami makan sekeluarga sebagai teman camilan, makanan ini mengingatkan saya kepada jajanan saya sewaktu sekolah dahulu, namanya otak-otak. Berbentuk memanjang dan lancip dikedua ujungnya, makanan ringan tersebut biasa kita makan dengan saos atau disiram dengan kuah saos yang dicairkan, setelah digoreng dalam minyak panas dalam waktu tertentu.

Penentuan harga menjadi hal yang diperdebatkan antara saya dan istri, saya lebih cenderung untuk tidak mengambil keuntungan dari penjualan itu sementara waktu dengan pertimbangan efek lakunya barang tersebut yang akan menyemangati si anak, sementara istri saya mengusulkan untuk tetap mengambil margin keuntungan walaupun sedikit. Akhirnya setelah diskusi dengan melibatkan juga si abang, disepakati usulan harga dari saya yang dipergunakan sebagai awalan.

Benar saja, pertama kali berjualan si abang melaporkan dengan senangnya kepada saya sore harinya, bahwa barang dagangannya hampir habis, dari 10 bungkus yang dibawa laku 9 bungkus, senangnya tampak dari raut mukanya ketika melaporkan sore itu.

Begitulah seterusnya...

Setiap pekannya di Hari Rabu, Hanif, si abang Kedua ini melakukan rutinitas barunya menjadi pedagang penjaja otak-otak disekolahnya, dan berdasarkan informasi istri saya dagangannya itu telah cepat menjelma menjadi primadona tidak hanya dikalangan siswa namun sampai kepada kalangan guru, karena beberapa kali tampak diborong oleh gurunya.

Saya menduga bahwa cerita sukses Hanif ini cukup banyak mempengaruhi Mufid si abang pertama yang awalnya menampik untuk berjualan, dimana pada satu kesempatan karena suatu hal, Hanif tidak dapat berdagang. Dengan sedikit bujuk rayu istri, akhirnya si abang pertama ini berjualan untuk pertama kalinya di ajang Market Day disekolahnya, dan karena dagangan otak-otak tersebut sudah cukup dikenal, dapat ditebak bagaimana sumringahnya si abang pertama ini ketika melaporkan kepada saya bahwa dagangannya laku 25 bungkus.

Jadilah kedua anak terbesar saya itu menjadi penjaja otak-otak disekolahnya, dan bila mereka tidak berdagang karena istri tidak sempat menyiapkan mereka selalu ditanya oleh para pelanggannya. Dan hari ini adalah pekan kesekian dari itu semua, dan hari ini istri saya berinisiatif memvariasikan barang dagangan kedua anak saya dengan tambahan es jus mangga, rencana ini sejak seminggu lalu dikomunikasikan kepada anak-anak dan mendapat sambutan baik dari para calon orang sukses ini dan merekapun sangat bersemangat meresponnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun