Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ada Cinta dalam Secangkir Air Jahe

18 Agustus 2021   19:28 Diperbarui: 18 Agustus 2021   19:45 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Adinda tak tergantikan dengan gadis kampus. Adinda bukan hanya cantik namun baik hati," jawab lelaki itu. Gadis Desa itu cuma terdiam. Wajahnya merah merona mendapat pujian dari lelaki itu.

Sementara malam makin melarut selarut hati keduanya dalam pelukan asmara. Keduanya lupa akan etika dan norma kehidupan yang sejati. Hanya hasrat yang bicara yang menenggelamkan keduanya dalam dengus nafas yang mendera jiwa. Keduanya telah menyatu dalam satu pelukan seiring hasrat manusia dewasa. 

Dengusan liar sesekali terlontar dari keduanya hingga keduanya terkapar dalam kepuasan hidup sebagai manusia dewasa. Kokokan ayam memisahkan mareka dengan sejuta senyuman yang sarat arti. Sinar mentari bercahaya dengan terangnya. Seterang hati keduanya yang masih berselimutkan asmara.

Gadis itu setengah tak percaya saat lelaki yang dipanggilnya dengan sebutan Abang datang ke rumahnya. Lelaki itu datang dengan tampilan yang berbeda. Setidaknya sudah sekitar setahun usai KKN, gadis itu tak melihat wajah lelaki anak kuliah itu. Kini lelaki dihadapannya sudah tampil berbeda dengan baju kemeja dan celana kain katun. Beda saat KKN lelaki itu asyik dengan style khas anak kuliah baju kaos dan celana jeans belel.

" Aku datang ingin melamarmu," ujar lelaki itu dengan nada suara sangat percaya diri. Gadis itu kaget. Jantungnya hampir lepas. Dadanya berdegup keras bak koruptor yang tertangkap tangan KPK.

" Mohon maaf Abang.Saya sudah menikah dengan lelaki pilihan orang tua saya," jawab gadis itu dengan nada lirih.

Lelaki itu kaget. Kakinya lemas seolah lepas dari persedian. Lelaki itu meninggalkan rumah gadis itu dengan wajah tertunduk malu. Bak pahlawan perang yang kalah di medan tempur. Hatinya hancur berkeping-keping bak piring yang pecah. Langkahnya gontai. Tak bertenaga. Terangnya sinar mentari tak mampu menerangi jalanya pulang. Lelaki itu pun tersesat dalam kegelapan.

Lelaki itu terkejut saat sebuah tepukan hangat menghampiri tubuhnya. Tepukan yang sangat dikenalnya. Lelaki menoleh. Jantungnya mau copot. Gadis yang diimpikannya ada di hadapannya.

" Adinda,? ujarnya dengan nada setengah bertanya. Ada kegembiraan yang terpatri dalam wajahnya.

" Iya, Abang. Aku datang ke kotamu untuk hidup bersamamu. Suamiku sudah meninggal," jawab Gadis itu. 

Jawaban Gadis itu meronakan wajah lelaki itu. Jiwanya kembali berseri. Tubuhnya berenergi. Seolah-olah ada asupan jiwa yang memberinya energi baru. Dan sebuah pelukan menghangatkan tubuh keduanya di malam yang makin larut itu. Pandangan mata para pekerja Kedai Kopi lah yang membuat pelukan keduanya terlepas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun