Cerpen : Ada Cinta dalam Secangkir Air Jahe
Sinar rembulan mulai membngkrutkan diri. Buramkan malam yang makin menua. Kerlap kerlip bintang pun tak terlihat. Entah kemana mareka menari malam ini. Sepoi angin di daratan tak berdesis. Seolah-olah terdiam dalam kesunyian alam.
Kedai kopi itu makin sepi. Pemgunjungnya makin menipis. Bangku-bangku mulai terlihat kosong melompong. Hanya suara detingan gelas dan piring yang saling bersentuhan yang masih terdengar di arah dapur Kedai Kopi sebagai penghias malam yang makin merentah seiring mulai terbangunnya mentari dari tidur panjangnya.
Disudut Kedai kopi, lelaki itu masih setia dengan secangkir air jahe yang mulai hampa rasanya. Sehampa jiwanya yang tak bertenaga dalam mengarungi hidup dan kehidupan. Padahal sebagai lelaki dia memiliki segalanya. Jabatan mentereng. Mobil siap mengantarkannya kemana hati ingin berlabuh.
" Entah kapan kita bertemu lagi," gumamnya dalam hati. Seolah bicara kepada alam yang tak menjawab.
Setiap menikmati secangkir air jahe di Kedai Kopi di sudut Kota, ingatan lelaki itu selalu ke masa silam. Ya, saat dirinya masih menuntut ilmu di perantauan. Masa-masa dirinya masih berstatus sebagai mahasiswa di tanah seberang.
Air jahe yang dihidangkan seorang gadis saat dirinya merampungkan Kuliah Kerja Nyata di sebuah Desa selalu mengingatkannya bahwa hidup itu indah dan harus dinikmati. Air jahe buatan gadis itu bukan sekedar menghangatkan sekujur tubuhnya pada malam yang bening itu, namun air jahe itu telah membuatnya jatuh hati kepada gadis Desa itu.Â
Jahe merah ternyata bukan hanya sekedar tanaman herbal yang bisa menghangatkan tubuhnya dan penyakit lainnya, namun secangkir air jahe yang selalu dihidangkan Gadis Desa itu saat dirinya bertandang ke rumah telah membuat jiwanya terasa hangat.
" Kalau adinda bersedia menunggu, aku akan meminangmu usai kuliahku tuntas," bisiknya ditelinga gadis iru.
" Abang ini bisa saja. Aku ini gadis Desa dan tidak berpendidikan. Masih banyak gadis dikampus abang yang pintar," elak gadis itu.