Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pengikut Setan

4 Juni 2021   21:24 Diperbarui: 4 Juni 2021   21:37 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah info didapat Markudut dari seorang temannya bahwa di Kampung Seberang Kampung mareka ada seorang yang sangat ahli, yang akrab diapnggil Mbah jangggut mampu mendatangkan arwah orang yang sudah meninggal.
"Mbah Janggut ini bisa memberikan solusi kepadamu, siapa pembunuh istrimu yang sebenarnya," kata seorang temannya yang ikut merasakan keperihatinan terhadap Markudut.
"Caranya," tanya Markudut dengan jiwa sejuta gelisah.
Sang teman mendekatkan mulutnya dengan kuping markudut. Komat kamit mulutnya. Buka tutup. Membisikan sesuatu. Wajah Markudut berbinar-binar. Ada rasa kebahagian yang terpancar dari wajahnya. kesumringahan membalut mukanya. Senyumnya mengembang.

Bau kemenyan yang dibakar seorang lelaki tua dari dupa kunonya di belakang rumah Markudut sudah tercium hidung. Sejumlah kata-kata mantra terus didengungkan lelaki tua berbaju hitam itu dengan suara penuh wibawa. Mantra itu amat asing bagi Markudut. Tak pernah didengarnya di pengajian atau dalam ceramah-ceramah agama yang sering diikutinya.  Tak pernah sama sekali. Sangat asing ditelinganya .

" Ah, terserahlah. Yang penting pembunuh istriku terungkap," pikirnya.

Aroma kemenyan yang terbakar sangat memekatkan hidung. Menyesakkan rongga-rongga hidung. Bagi yang tak kuat tentunya segumpal aliran anyir keluar dari hidung. Aroma kemenyan makin memekat. Asapnya mengitari halaman belakang rumah Markudut yang asri. Disinilah dia dan istrinya biasanya menghabiskan waktu sengganggnya berdua dengan bercerita dan berbagai kasih sayang sebelum akhirnya mereka menuntaskan di ranjang pengantin mereka.

Sekilas muncul wajah ayu sang istrinya. Matanya sembab. Wajahnya penuh kedukaan. Bajunya penuh darah. Sekilas menghilang dan berganti wajah seorang lelaki. Mantra dari lelaki tua itu makin kencang sekencang hati Markudut yang ingin segera menebas kepala lelaki yang muncul sekilas bersama istrinya.
"Tak salah lagi. Dialah orangnya. Aku harus membalas dendam," katanya dengan berdesis.

 " Darah harus dibalas darah. Nyawa harus dibalas nyawa," desis Markudut dengan jiwa yang berbalut  penuh emosi.

lelaki tua itu tiba-tiba membalikan badannya. Wajahnya menatap Markudut dengan tajam. Tak ada kata. Tak ada sama sekali. Tubuh Markudut roboh.

"Selesaikan apa yang harus diselesaikan. Dan bereskan apa yang harus dibereskan dalam rumah ini," perintahnya. Sekonyong-konyong muncul sejumlah orang yang bertindak sesuai dengan perintah lelaki tua itu. Termasuk menggotong tubuh Markudut yang telah membeku.

Warga Kampung digemparkan dengan berita penemuan mayat. Kali ini seorang warga Kampung yang hendak berbelanja ke pasar menemukan mayat Markudut di pinggir jalan raya Kampung.

Kesunyian menerpa pemakaman umum Kampung usai mayat Markudut yang di kuburkan di samping makam istrinya. Tak ada lagi dendam yang membara. Tak ada lagi. Satu dua daun kamboja yang menjadi penghias sekaligus peneduh pemakaman umum itu gugur. Jatuh dimakam Markudut. 

Toboali, Jumat barokah, 4 Juni 2021

Salam sehat dari Toboali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun