Matjago terkulai di ranjang tuanya. Tubuh gagahnya menyandar di bantal. Dia memperlihatkan senyumnya. Ditebarkannya kepada orang-orang yang menjenguknya. Tampaknya dia sudah paham tentang dirinya. Izrail sudah masuk ke rumahnya. Sementara dalam beberapa malam ini, Burung liar hinggap di pohon besar samping rumahnya. Bau kematian semerbak.Â
" Saya mohon maaf maaf atas segala kesalahan yang saya perbuat selama ini," ujarnya lemah. Para warga tediam mendengar suara itu. Seseorang membisikan sesuatu ke telinganya. Matjago menggangguk. Mulutnya komat kamit.Â
Kematian tokoh berpengaruh di kampung Kami, membuat para warga kini mulai waspada. Bagaimana tidak waspada, Matjago yang dikenal sebagai warga pemberani, harus meregang nyawa usai pulang dari kebunnya. Semua paramedis menyatakan tak ada riwayat penyakit yang ada dalam tubuhnya yang mengharuskan dia harus pergi secepat itu menghadap Sang Maha pencipta.Â
Kematian Matjago menyisahkan kesedihan. Bahkan kesedihan berubah menjadi rasa kecemasan di hati para warga kampung. Saat malam tiba, pintu-pintu rumah warga terkunci dengan sangat rapat. Tak ada lagi warga yang berlalu lalang di jalanan kampung. Hanya kesunyian yang mendiorama kampung. Â Suara lengkingan gitar dan teriakan ala rocker yang disenandungkan para pemuda Kampung tak terdengar lagi. Entah menghilang kemana mereka dan suara mereka.Â
Kematiannya menjadi geger. Perilaku narasi yang dikisahkan para pembual di kampung Kami membuat suasana Kampung makin mencekam.Â
' Bayangkan saja, Matjago yang kita kenal sangat berani dan tidak mengenal rasa takut harus menghadap Sang Khalik dengan cepatnya," kisah seorang pembual di kampung Kami.
" Memangnya Matjago matinya karena guna-guna?," tanya seorang warga kampung.
" Huss...Tutup mulutmu yang tak sopan itu. Jangan bicara seenak perutmu yang kosong itu.  Apa engkau mau menjadi giliran berikutnya," jawab seorang warga. Mendengar jawaban itu,  warga tadi wajahnya mendadak  seperti kain kafan.
Beberapa warga kampung, akhirnya menanyakan kepada Pak Ustad usai mereka melaksanakan sholat Ashar berjemaah di masjid.Â
 " Allah yang memberi penyakit. Dia pula yang memberi obat. Kita tak perlu berprasangka buruk. Kita tak perlu menyebar isu-isu." ucap Pak Ustad.
" Tapi warga kampung percaya bahwa Matjago mati karena kena santet," kata seorang jemaah.