" Pak Ustad kita itu disegani para petinggi negeri ini karena sikapnya yang lurus dan tegas. Tidak neko-neko. Tapi kali ini kok bisa lemah kayak begitu ya. Ada apa ya," tanya seorang warga.
Azan Ashar berkumandang dengan sakralnya. Merelegiuskan semesta.
Senja itu, Pak Ustad tiba-tiba datang ke warung kopi yang terletak diujung kampung. Kedatangan Pak Ustad tentu menimbulkan sejuta tanya di hati para warga kampung yang menjadikan Warkop itu sebagai tempat untuk kongkow-kongkow sekaligus melepas lelah usai seharian membanting tulang.
Tiba-tiba Pak Ustad berbicara. Suasana warkop jadi hening. Mulut para pengunjung yang biasanya ramai dan menghingarbingarkan warkop kali ini membisu. Seakan terkunci dengan rapatnya. Senyap. Sementara di angkasa, kepakan sayap elang mengornamen langit nan biru.
" Saya menerima barang titipan berupa kain sarung dari Pak Besar. Dan kain-kain sarung itu sudah saya salurkan kepada yang berhak menerimanya sesuai amanah pemberinya. Tak ada pesan apapun untuk para penerima kain sarung itu," ujar Pak Ustad.
" Jadi ini tidak ada kaitannya dengan tahun politik, Pak Ustad," tanya seorang warga.
" Tidak ada sama sekali. Ini murni sedekah dari beliau. Tak ada kaitan dengan politik atau pilkada. Tak ada sama sekali. Makanya saya mau menyalurkannya kepada warga dan jemaah mushola kita. Ini murni sedekah dari seorang Hamba Allah yang kebetulan menjadi pemimpin. Beliau telah menjelaskannya kepada saya. Beliau hanya ingin bersedekah dan bersedekah. Bahkan sebenarnya beliau enggan orang tahu bahwa ini adalah sedekah dari beliau," jelas Pak Ustad.
Para warga yang berada di warkop hanya mengangguk-angguk. Ada sejuta kebahagian yang terpancar di wajah mereka. Sementara di langit yang biru, sekelompok elang bergerombol menari-nari diangkasa yang biru. Â Mereka menarikan sebuah tarian jiwa. Ya, sebuah tarian jiwa sebagai ekspresi sebuah kebebasan.
Toboali, rabu malam, 3 Februari 2021
Salam dari Kota Toboali, Bangka Selatan.Â