Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kabut, Embun dan Dedaunan

15 Juni 2020   08:26 Diperbarui: 15 Juni 2020   08:28 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seandainya pagi adalah seorang kekasih
maka kabut, embun dan dedaunan adalah kata-kata cintanya
saling bertatapan mesra
dengan bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh seekor kupu-kupu
yang hinggap di permukaannya
untuk meneguk setetes aroma manis
dari apa yang disebut sebagai berburu rasa romantis

Seandainya matahari adalah lampu baca
maka kabut, embun dan dedaunan adalah urutan bab, pasal dan ayat
pada halaman buku yang terbuka
dan bercerita tentang kisah cinta
di sebuah pagi yang raut mukanya nampak seperti
stasiun kereta yang telah usai memberangkatkan sunyi

Seandainya beranda adalah gudang penyimpan kenangan
maka kabut, embun dan dedaunan adalah pot-pot bunga
yang ditumbuhi oleh warna-warna pagi dan senja
karena hanya dari mereka berdua
ruang-ruang memori tentang cinta
akan menampakkan asal-usulnya

Seandainya puisi adalah prakata sederhana
bagi menu pembuka sarapan pagi
maka kabut, embun dan dedaunan adalah tentu saja
secangkir kopi, sepotong roti, dan taburan gula di atasnya
sebagai perwakilan masa silam
bahwa mengenang sangat diperkenankan
selama itu tidak membuat ujung benak berkelindan

Bogor, 15 Juni 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun