Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Panitera

19 Maret 2020   06:13 Diperbarui: 19 Maret 2020   06:21 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sajak hari ini
tumpah di selasar stasiun, terminal, dan bandara
di sana, aku menemukan banyak kalimat, terlunta-lunta
tak menemukan tuannya

Langit pagi
menurunkan bait demi bait
tentang hujan yang memilih
bersembunyi, di tempat-tempat paling sepi
ketakutan kepada
orang-orang gelap mata, yang begitu tergesa-gesa
berburu apa saja di savana
dari sisa rumput hingga kepala hyena
untuk ditimbun, di gudang belakang
sebagai bekal menghadapi
wabah kegelisahan

Jalanan, gang-gang, lapangan sepak bola
masing-masing, memunguti rasa cemas
sebagai lelucon yang mematikan
dan itu disiarkan
secara bertubi-tubi
oleh orang-orang yang menganggap
ini semua adalah parodi
tentang Tuhan
yang sedang menjatuhkan vonis pengadilan
atas segala kekacauan, yang diperdagangkan

Orang-orang itu lupa
Tuhan bukan hakim bertoga
Dia justru adalah panitera
hanya mencatat semuanya
untuk kelak ditimbang, seadil-adilnya
saat zaman telah mendiang
ketika semua orang telah pulang
manakala televisi dan koran-koran
tak sempat lagi mengabarkan
sehingga kehilangan
sekian banyak oplah dan iklan

Jakarta, 19 Maret 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun