Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Nol Deforestasi di Industri Sawit

29 Agustus 2019   10:27 Diperbarui: 30 Agustus 2019   18:57 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini, isu-isu spasial merupakan isu penting yang sangat diperhatikan oleh multi stakeholder rantai suplai minyak sawit di dunia. Isu ini menempati posisi yang setara dengan isu-isu Hak Asasi Manusia.

Degradasi hutan sangat marak terjadi dalam 2-3 dekade ini. Selain faktor konversi hutan menjadi peruntukan lain, juga akibat dari beberapa hal yang meliputi kebakaran hutan dan lahan, alih fungsi kawasan hutan, hingga level okupasi yang tinggi.

Tidak saja pada hutan produksi perambahan terjadi, namun sudah pula sampai ke status tertinggi sebuah kawasan lindung, yaitu taman nasional. Menurut data terakhir, areal budidaya sawit yang tumpang tindih dengan dengan kawasan hutan telah mencapai 8,9 juta ha di 8 Propinsi di Indonesia.

Lantas harus bagaimana menyelesaikan carut marut yang sudah sedemikian sengkarut tersebut? Tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Sudah terlalu banyak izin konsesi legal yang diterbitkan dan tumpang tindih dengan kawasan hutan.

Ownership permasalahan ini berada di tangan regulator. Bagaimana mensinkronisasi tata ruang di wilayah-wilayah lembaga pemerintahan seperti KLHK, BPN, Gubernur, dan Bupati/Walikota. Sebelum semuanya menjadi sangat berantakan dan sama sekali tidak punya peluang untuk ditata ulang.

Satu hal yang kemudian coba dikelola oleh para pegiat sustainability adalah dengan memonitor proses konversi sebaik-baiknya. Dengan cara memberikan banyak prasyarat sebelum proses pembukaan lahan dilakukan. 

Skema sertifikasi internasional semacam RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil) mempersyaratkan studi HCV-HCS (High Conservation Value/Nilai Konservasi Tinggi-High Carbon Stock/Nilai Karbon Tinggi) dilaksanakan terlebih dahulu. 

Juga LUCA (Land Used Change Analysis/analisa perubahan fungsi lahan), SIA (Social Impact Assessment/studi dampak sosial), dan perhitungan GHG (Green House Gas/Gas Rumah Kaca).

Skema sertifikasi wajib ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) juga memberikan mandat yang kurang lebih sama dengan menerbitkan standar yang mengharuskan perusahaan melakukan prinsip kehati-hatian dalam semua lini kegiatan termasuk proses pembukaan lahan.

Selain itu, NGO dan lembaga konservasi internasional juga memiliki perhatian yang tinggi terhadap permasalahan ini. Monitoring spasial dilakukan secara masif dan komprehensif terhadap perubahan tutupan lahan di Indonesia. Terutama di area konsesi hutan alam dan perkebunan sawit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun