Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

16 Maret 2019   08:06 Diperbarui: 16 Maret 2019   08:27 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ah Dyah Puspita...gadis yang sangat baik itu telah pergi meninggalkannya dengan cara yang luar biasa.

Lamunan Arya Dahana terputus ketika perahu mereka ternyata sudah sampai ke perairan hangat Pulau Kabut.  Mereka sudah hampir berlabuh. Benteng dan Istana Lawa Agung yang megah itu sudah mulai nampak membayang dari kejauhan. 

Begitu perahu menyentuh daratan di pelabuhan Pulau Kabut.  Putri Anjani dan Arya Dahana melompat dengan sigap dan waspada.  Ini kedua kalinya mereka ke sini.  Dulu tanpa sengaja dan harus diakhiri dengan pertempuran dahsyat sebelum mereka diperbolehkan pergi.  Sekarang entah apa lagi yang akan terjadi.

Arya Dahana sedikit merinding saat menghirup udara di Pulau Kabut ini.  Rupanya mantra mantra gaib semakin diperkuat saja semenjak mereka terakhir kali kesini.  Hawa dan baunya sungguh berbeda.  Wangi melati sangat kuat sekali tercium. 

Putri Anjani berjalan pelan menelusuri jalanan berbatu yang ditata rapi menuju istana Lawa Agung.  Dia yakin sekali mereka sudah ditunggu di istana. Penjagaan tidak terlihat.  Hanya tukang perahu itu saja yang berjalan menjadi penunjuk jalan mereka di depan. 

Sesampainya di gerbang istana yang megah dan besar itu, mereka sudah ditunggu oleh seorang laki-laki paro baya dengan ikat kepala warna merah dan wajah sangar.  Laki laki itu memberi isyarat agar mereka mengikutinya. 

Melihat cara laki laki itu berjalan, Putri Anjani mengerutkan dahinya.  Laki laki itu seperti melayang tanpa menapak tanah.  Hanya jubahnya yang berkibar-kibar tertiup angin laut yang menandakan bahwa orang ini manusia betulan.  Arya Dahana juga memperhatikan ini.  

Pemuda ini sedikit terkesiap.  Laki-laki di depan mereka ini mempunyai ilmu yang luar biasa tinggi.  Terutama Ilmu Meringankan Tubuhnya.  Dia harus waspada.

Memasuki pekarangan istana.  Mereka sudah ditunggu oleh beberapa orang.  Paling depan adalah Panglima Kelelawar sendiri.  Berdiri disampingnya adalah dua orang wanita sangat cantik dengan pakaian ringkas warna hijau hijau.  Arya Dahana seperti disengat kalajengking melihat dua wanita ini. 

Tidak salah lagi.  Mereka adalah dua orang pengawal pribadi Ratu Laut Selatan yang dulu pernah dijumpainya di pantai Plengkung bersama Dyah Puspita.

Wah ini semakin gawat saja.  Dukungan Ratu Laut Selatan tidak hanya dalam hal mantra-mantra saja rupanya.  Ratu gaib itu juga telah mengirimkan para pembantu kepercayaannya kepada Lawa Agung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun