Di saat langit menjatuhkan senjanya dengan sengaja, arah barat langsung terguling dalam temaramnya tungku semesta.
Bagi api, inilah kesempatan berkirim kabar tentang panasnya bara. Bagi air, ini mungkin tajuk berita yang diinginkannya tampil di halaman muka; Matinya bara setelah disiram air percikan dari surga.
Sementara pelangi, menggugurkan warnanya satu persatu ke permukaan hati. Orang-orang tetap mengira takdirnya terus saja berlari. Padahal takdir itu tak pernah lepas dari genggaman tangan kiri.
Keinginan bisa menjadi patuh ketika disuruh dengan kalimat-kalimat luruh. Sebaliknya akan hangus melepuh saat diminta melalui kata-kata berkeluh.
Oleh karena itu keinginan bisa merubah dirinya menjadi kejadian, atau justru menciut kembali ke bentuk semula berupa rencana, tanpa berbuat apa-apa yang seharusnya dilakukan.
Kita, mudah sekali berubah secara mendadak. Dari enggan menjadi hendak. Dari hendak menjadi tidak. Â
Kita, terbiasa dengan situasi luluh lantak.
Karena kita sesungguhnya adalah bidak-bidak yang seringkali kehilangan kehendak. Begitu melihat senja yang dijatuhkan langit dengan sengaja, yang terkadang di mata kita nampak salah letak.
Lipat Kain, 14 Februari 2019