Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Platform Cinta

26 Januari 2019   12:56 Diperbarui: 26 Januari 2019   13:05 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di hati ini terletak musium paling tua yang memajang begitu banyak gambar-gambar usang di dindingnya yang sangat buram. Dengan penerangan yang suram, gambar-gambar itu merefleksikan bayang-bayang samar dan muram.

Kemuraman yang mengundang kedatangan hujan. Hujan adalah satu-satunya pengasuh paling berpengaruh terhadap kurasi arti dari gambar-gambar yang lebih banyak memainkan sketsa sepi.

Di rongga dada ini tersimpan ribuan memori yang pada masing-masingnya tercetak kode-kode yang menggolongkan dirinya ke dalam platform manis, tragis dan melankolis.

Memori yang manis adalah ketika hujan gerimis menyalami kita yang sedang berusaha tertawa tergelak-gelak di beranda. Mentertawakan cerita romantika dari para kekasih yang melegenda cintanya.

Memori yang tragis menyeruak ganas seperti harimau betina sedang beranak yang berperangai buas. Melahap kesenangan secara brutal. Lafal-lafal cinta lantas berujung anfal.

Memori yang melankolis terjadi saat kita meredam ratapan dan tangis yang menyertai tragedi atas nama cinta yang berhuru-hara lantas menciptakan pemberontakan terhadap takdirnya. Sia-sia.

Kita berada di platform perjalanan cinta. Sama persis halnya dengan keberangkatan menggunakan kereta berada di jalur mana.

Bogor, 26 Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun