Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air & Api, Idu Geni

16 Januari 2019   10:07 Diperbarui: 16 Januari 2019   10:06 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab III-5

Bab III-6

Benar saja.  Pada satu ketika, sebuah pukulan datuk sakti itu tepat mengenai belikat Ki Tunggal Jiwo.  Tokoh nomor satu Sayap Sima itu terpental ke belakang dengan hebat.  Tubuh jatuh terduduk dengan posisi terluka dalam.  Buru buru tokoh ini bersila untuk mengobati luka dalam hebat itu.

Datuk Rajo Bumi tersenyum puas.  Dia tidak melanjutkan dengan serangan mematikan karena tahu itu sama saja dengan memancing seluruh tokoh tokoh Majapahit memburu dirinya kelak.  Dia sudah cukup puas dengan mengalahkan dedengkot Sayap Sima yang terkenal itu.

Kakek sakti ini menghampiri muridnya yang masih kepayahan karena lukanya.  Namun langkahnya dihadang oleh empat orang yang berdiri di depannya.  Ki Biantara, Ardi Brata, Dewi Mulia Ratri, dan Arawinda memandangnya dengan muka sedingin es.  Ki Biantara berucap.

"Dewi, kau ambil busur pusaka itu dari tangan putri Laksamana Utara.  Kami bertiga akan menahan datuk sesat ini selama mungkin..."

Dewi Mulia Ratri tanpa ragu ragu membalikkan tubuh dan melangkah menuju Putri Anjani yang masih mengrenyit ngrenyit kesakitan.  Diulurkannya tangan meraih gendewa yang terkait di punggung Putri Anjani.  

Melihat ini, Datuk Rajo Bumi melesatkan tubuhnya ke depan untuk menghalangi.  Ki Biantara tidak tinggal diam, dihadangnya kakek sakti itu dengan serangan serangan Pena Menggores Awan pada jurus jurus pamungkas.  Ardi Brata mengikuti jejak gurunya dengan menyerang Datuk Rajo Bumi menggunakan jurus yang juga sama.  Sedangkan Arawinda yang mengerti betul bahwa menghadapi datuk sesat ini tidak boleh main main, langsung saja mengerahkan Aguru Bayanaka.

Datuk Rajo Bumi terperangah kaget.  Terutama saat merasakan angin pukulan Arawinda.  Ini pukulan langka unsur tanah!  Darimana gadis ini mempelajari jurus jurus sakti ini?  Pasti dari si kakek bungkuk.  Tidak ada lain. 

Kakek sakti ini  mau tidak mau meladeni mereka.  Terlalu berbahaya untuk memaksakan diri membantu muridnya.  Orang orang ini terlalu tangguh untuk dianggap remeh.  Terutama Ki Biantara dan Arawinda.  Datuk sakti ini tak pelak langsung saja memainkan jurus jurus sakti yang dipunyainya, termasuk Gora Waja.

Putri Anjani mundur mundur saat Dewi Mulia Ratri semakin mendekatinya.  Gadis ini sadar tidak mungkin bisa melawan dengan kondisi tubuh seperti ini.  Gadis Sanggabuana ini terlalu tangguh baginya saat ini.  Dia tidak tahu harus berbuat apa.  Dia sama sekali tidak rela jika gendewa pusaka ini lepas dari tangannya.  Biarlah dia akan mati bersama gendewa ini.

Dewi Mulia Ratri semakin dekat dengan Putri Anjani yang berdiri di tepi tebing sekarang.  Tangannya diulurkan ke punggung Putri Anjani untuk meraih gendewa itu.  Dia tidak ingin menggunakan kekerasan yang tidak perlu.  Bagaimanapun, Putri Anjani adalah salah satu orang penting di Galuh Pakuan yang masih dibutuhkan tenaganya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun