Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Idu Geni

12 Januari 2019   23:17 Diperbarui: 13 Januari 2019   01:00 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab III-2

Bab III-3

Dewi Mulia Ratri dan Arawinda saling berpandangan.  Keduanya maklum seperti apa guru mereka ini.  Arawinda hanya bisa menghela nafas panjang. Dia tahu apa maksud pesan gurunya tadi.  Semua tugas menjaga keseimbangan yang diemban gurunya, diserahkan kepadanya sekarang.  Dia tahu bahwa tugas ini luar biasa berat.  Dia tidak tahu entah seperti apa keseimbangan yang harus dia jaga hari ini.

Dewi Mulia Ratri tercenung sejenak mendengar pesan gurunya tadi.  Dia harus menahan apa?  Pesan yang sangat membingungkan. 

Kedua gadis ini mencoba keluar dan membuka pintu pondok.  Namun pintu itu berat sekali tidak bisa dibuka. Sesuatu menahannya dengan begitu kuat.  Sesuatu itu juga bersuara seperti dengungan dan siutan keras.  Ya ampun, angin kencang menahan pintu ini tidak bisa membuka.  

Luar biasa!  Tak terbayangkan bagaimana jika mereka berada di luar saat ini.  Sontak saja keduanya mengurungkan niat. 

Badai memang masih bergulat dengan hujan dan petir.  Gelombang besar dan raksasa bertubi tubi menghantam pantai Ngobaran.  Seharusnya hari sudah terang sekarang.  Namun matahari sepertinya enggan datang.  Terlalu mengerikan di pantai Ngobaran.  Suasana mencekam sama sekali tidak berkurang.  Hanya bedanya sekarang orang orang bisa melihat betapa dahsyatnya amukan Raja Badai semalam.

Tidak seorangpun melihat saat dua bayangan menantang badai dan hujan.  Mengendap endap sambil mempertahankan diri agar tidak terbawa angin yang masih mengamuk.  Dua bayangan itu berusaha sekuat tenaga menuju sebuah bukit yang kebetulan agak jauh dari pantai.  Di dalam keremangan, bukit itu terlihat seperti kura kura raksasa yang menyangga sebuah beban besar di punggungnya.  Letak bukit itu persis di sebelah bukit tempat pondok Arawinda dan Dewi Mulia Ratri.

Air yang menggenangi daratan perlahan mulai menyurut.  Nampak sekali bekas amukan Raja Badai.  Batang batang pohon besar bergelimpangan di mana mana.  Terlihat ada tiga kapal yang sudah berupa rongsokan terdampar jauh di daratan.  Serpihan besar batu karang yang dihajar dan dipotong gelombang berhamburan di daratan.  Dua bayangan ini melompat dari karang satu ke karang lainnya untuk menghindari air laut yang masih menggenang di sana sini. 

Saat sudah sampai di bukit tujuan, dua bayangan ini berhenti.  Menengok ke kanan dan kiri lalu dengan pasti menuju bangkai kapal yang teronggok di atas puncak bukit.  Bangkai kapal itu dipenuhi lumut dan diselimuti karang kecil tempat biasa ikan ikan bersarang. 

Badai tiba tiba berhenti seketika.  Hujan juga tinggal menyisakan gerimis.  Gelombang raksasa yang dari semalam menghantam bertubi tubi juga lambat laun mereda.  Sinar matahari tahu tahu sudah meninggi.  Memancarkan sinar yang terang benderang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun