Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Peti Dewi Kematian

7 Januari 2019   13:30 Diperbarui: 7 Januari 2019   14:03 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak! Saya tidak setuju prof. sebaiknya kita membukanya di museum saja. Di sini berbahaya. Kita tahu benda dalam peti ini sudah berusia ribuan tahun. Kita tidak tahu penyakit, bakteri atau racun apa yang terkandung di dalamnya," Susan menolak tegas.

Indra dan Susan terus bersahutan dan berargumentasi beberapa saat. Indra mencoba meyakinkan Profesor Markam agar membuka peti, sedangkan Susan menyatakan sebaliknya. Nyaris terjadi pertengkaran sengit jika Profesor Markam tidak segera melerai mereka.

Indra dan Susan sama-sama membuang muka sebal. Sementara itu Jaka dan Desi hanya saling pandang.

Setelah berunding dan akhirnya bersepakat, peti tidak akan dibuka saat ini juga. Peti akan dievakuasi ke museum sejarah di kota.

Proses penelitian dan eskavasi itu sukses luar biasa berkat ketelitian dan dedikasi tim profesor Markam. Semua orang melakukan toast sebelum mengemasi perlengkapan dan peralatan. Pulang ke kota.

Mereka tidak sadar sedang melakukan toast untuk kematian demi kematian yang akan terjadi. Secara bergiliran.

Dan itu semua bermula ketika semua orang terlelap tidur pada malam harinya. 2 sosok tubuh mengendap-endap mendatangi makam, lalu dengan sangat hati-hati membuka peti tersebut.

Kedua orang itu rupanya sudah terlatih dan memiliki keahlian khusus mengenai benda-benda purbakala yang terkunci. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk membuka peti tersebut tanpa meninggalkan bekas yang berarti.

Dua cahaya lampu senter menyorot ke dalam peti. Memeriksa dengan seksama dari sudut ke sudut peti. Lama berhenti di muka dan tubuh jenazah yang entah diawetkan menggunakan apa tapi masih terlihat bahwa itu adalah jenazah perempuan yang mengenakan pakaian kerajaan tempo dulu. Matanya hanya berupa sepasang lubang hitam yang menganga. Nampak juga sebilah pisau kecil dipegang oleh jenazah itu.

"Bagaimana? Kita ambil saja kalungnya? Lihat, Rubi yang jadi bandulnya. Luar biasa bukan? Harganya pastilah sangat mahal," terdengar bisikan lirih seorang perempuan.

"Itu memang tujuan kita nekad membuka peti ini bukan? Ayo ambil, kamu sudah siapkan replikanya?" seorang lelaki berbisik tidak kalah lirihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun