Di antara riuh rendah yang menisbikan rasa pasrah, kita sama-sama berserah. Menjadi tua bahkan sebelum waktu menyeret dalam kepastian usia.
Di sela-sela kerimbunan kota yang menanami kepala kita dengan bibit kericuhan. Kita sengaja tenggelam tanpa scuba. Menyimpan nafas sekuatnya dengan bantuan ruh kata-kata dari bahasa malam yang mencintai kegelapannya.
Sungguh percuma. Tak akan ada artinya. Apabila kau menyalakan diri tidak menggunakan api. Apalagi kau menolak kebaikan hati matahari. Kau akan tetap sedingin jenazah angin yang mati di ruang hampa. Sama sekali tidak nampak baik-baik saja.
Dan di saat kita bersengketa dengan kesia-siaan yang memperlihatkan wujud aslinya, kau terlihat sangat ketakutan. Bagimu itu seperti rindu yang bermatian. Bagiku itu tak lebih dari ruang-ruang rencana yang berusaha keras mencari hasilnya.
Kau memang belum tahu apa-apa. Namun selalu memutuskan untuk tak percaya.
Sekarang kita menghela sampan tapi bukan di lautan. Kita sedang mencoba mempercayai rasa garam.
Untuk menghilangkan berkuasanya rasa hambar dalam perasaan.
Jakarta, 9 Desember 2018