Berkat rentetan kalimat-kalimat yang kau susun seolah itu adalah traktat yang melaknat kejadian bunuh diri, dari sekian banyak patah hati yang kemudian tak sanggup memakamkan dirinya sendiri, aku sungguh mengira pagi kembali pada dinihari.
inilah ciri-ciri musim mulai berpaling. Dari hujan menjadi kering. Dari panas menjadi hening.
bahasa-bahasa romantis dari pucuk rengganis terhadap mimpi-mimpi manis para pecinta yang melankolis, menjadi kematian yang ritmis. Setelah sebelumnya dihujani nestapa yang terasa begitu kronis.
aku tidak paham. Apakah ini sebuah pengertian atau sekedar pemakluman. Terhadap kekacauan yang sangat berantakan. Terhadap sesuatu yang berantakan karena sengaja dikacaukan.
kau bicara tentang perasaan yang dikendalikan oleh tombol-tombol sisa perang dingin antara harapan dan keputusasaan. Setelah menyadarinya, kau lalu menyingkirkan keraguan dengan cara mencantumkan pengumuman tentang peperangan.
entah terhadap apa. Tapi sepertinya aku bisa menduga. Itu semua tentang cinta dan atribut-atributnya.
semestinya bisa dibedakan antara hati yang tanggal dan ditinggalkan. Tanggal berarti terlepas sementara ditinggalkan punya makna terhempas.
lalu seterusnya apa?
kau meminta aku mencerna sebaik-baiknya bahasa
sedangkan kau sendiri berdiam seperti arca
Jakarta, 6 Desember 2018