Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

7 Desember 2018   00:19 Diperbarui: 7 Desember 2018   06:20 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sudahlah Dewi.  Kita tidak perlu saling berkelahi lagi.  Ada urusan lebih penting yang patut kita bicarakan di sini bersama sama." Kemudian membungkukkan tubuhnya ke arah Putri Anjani dan tersenyum manis,

"Putri yang baik, mohon bisa mengendalikan diri.  Kalian sama sama diterima sebagai tamu kehormatan kami..."

Dewi Mulia Ratri terjengit seperti disentuh aliran petir saat tangannya bersentuhan dengan tangan pangeran tampan itu.  Wajahnya memerah seperti udang rebus sekarang.  Tanpa bisa berkata apa apa lagi, kembali duduk, namun tetap merengut ke Putri Anjani meski jantungnya terasa berdentam dentam dan berbunga bunga.  Di lain pihak, Putri Anjani tersipu malu dipandangi dengan cara begitu oleh pangeran gagah dan tampan itu.  Diapun kembali ke tempat duduknya sambil melirik penuh ejekan ke Dewi Mulia Ratri.

"Ha ha ha...kalian anak anak muda memang berdarah panas.  Tunda dulu kemarahan kalian.  Candraloka, apa tidak sebaiknya kau terima dan baca surat surat penting itu dan beritahu aku apa isinya.  Aku yakin ini pasti ada kaitannya dengan Kerajaan Majapahit dan Galuh Pakuan." Ki Mandara tertawa terbahak sambil berkata.

"Baiklah Paman.  Dewi dan Putri, terimakasih telah menyampaikan surat surat ini kepadaku." Sahut Panglima Candraloka sambil membuka dan membaca surat surat itu,

"Paman dan Pangeran, surat surat ini penuh dengan nada persahabatan.  Dan juga peringatan akan ancaman dari timur yang kelihatannya semakin nyata.."

Menghela nafas sejenak,"Kita harus memperkuat Garda Kujang dengan lebih cepat namun juga lebih hati-hati.  Banyak mata mata dan telik sandi yang sekarang berkeliaran di ibukota negeri ini."

"Situasinya memang terasa lebih genting sekarang panglima.  Andika Sinatria, kau harus memperkuat pengawalan kepada keluarga istana.  Dua gadis tangguh ini pasti akan sangat berguna bagi Kujang Emas.  Bagaimana menurutmu?" Iblis Tua Galunggung bertanya kepada Andika Sinatria. 

Yang ditanya menatap dan tersenyum ke Dewi Mulia Ratri dan Putri Anjani bergantian,"Saya akan dengan senang hati didampingi mereka memimpin pengawalan istana Guru.  Tapi sebaiknya kita mendengar langsung dari para bidadari sakti dan cantik ini apa pendapat mereka."  

Kedua pipi gadis itu memerah dipuji oleh pangeran tampan itu.  Dewi Mulia Ratri merasakan bunga di jantungnya semakin mekar.  Putri Anjani sepertinya juga merasakan hal yang sama.  Senyuman mengejek hilang dari wajahnya.  Digantikan oleh tatapan malu malu.  Siapa sih yang tidak bangga dipuji oleh pangeran sakti dan setampan ini? Melihat Putri Anjani tersipu sipu malu, dada Dewi Mulia Ratri serasa mau meledak.  Benar benar mencari perkara bocah ini denganku.  Hatinya semakin panas saat dilihatnya sang pangeran sekilas menatap mesra kepada Putri Anjani. 

Putri Anjani juga memperhatikan ini.  Namun hatinya juga panas ketika dia melihat sang pangeran juga menatap mesra kepada Dewi Mulia Ratri.  Di istana laut utara, setiap hari dia dikelilingi pemuda pemuda tampan yang memujanya.  Namun tidak ada yang bisa membuat hatinya terguncang seperti saat bertemu pangeran ini.  Ah tapi sekarang dia punya saingan.  Berat pula. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun