Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

6 Desember 2018   05:49 Diperbarui: 6 Desember 2018   06:07 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bab II

Lebih dalam menyelam di jiwa
Akan ditemui riuh dan hening saling bergandengan
Setiap saat
Seperti bumi dan langit yang tak pernah saling benci 
Seperti hujan dan kemarau yang saling memberi jalan
Seperti rindu dan benci yang tak mau saling mengaku
Meski hati terpaku pada satu nama
Dan berkata tentang cinta yang sebenarnya

 Bab III

Alas Garahan. Dyah Puspita  menghentikan larinya setelah sekian ratus kejap.  Dia takut tiga tokoh kejam itu mengejar dan menyusulnya.  Tapi dia sudah terlalu lelah.  Selain jauhnya jarak yang telah ditempuh, bungkusan besar di punggungnya membebaninya terlalu berat.  Diturunkannya bungkusan itu kemudian dibukanya.  

Alangkah terkejutnya dia ketika melihat anak laki laki Arya Prabu pucat kehijauan wajahnya.  Sekujur tubuhnya sedingin es.  Dengan panik Dyah Puspita memeriksa urat nadi anak itu.  Detak jantungnya amat lemah.  Bibirnya membiru.  Sebuah tanda bekas menghitam kelihatan jelas di pundak.  Baju di bagian pundak tersebut hangus terbakar.  Cepat-cepat Dyah Puspita membaringkan anak laki laki itu ke tanah di bawah sebuah pohon besar dan kemudian duduk bersila memusatkan tenaga dalam serta menyalurkan ke tubuh anak itu melalui tangan yang ditempelkan ke dadanya selama beberapa kejap.  

Luka dalam yang diderita oleh anak itu sangat parah.  Bahkan Dyah Puspita bisa menduga bahwa anak itu juga mengalami keracunan hebat.  Tanda hangus di pundaknya adalah bekas serempetan pukulan Wedus Gembel Aswangga. Dyah Puspita tertarik melihat sebuah tanda kecil di pangkal leher. Ketika dirabanya, Dyah Puspita terjengit kaget.  Tanda itu ternyata jarum kecil yang masuk ke leher.  Bagian tubuh di sekitar jarum itu  sangat panas. Sangat berlawanan dengan suhu tubuh lainnya yang sangat dingin.  Senjata rahasia Madaharsa dilumuri dan direndam dengan menggunakan racun Kalajengking Hijau Nusakambangan, Ular Kobra Ujungkulon,  Kadal Beracun Laut Jawa, dan Ludah Api Laba Laba Persia.  Luar biasa beracun dan berbahaya. 

Dyah Puspita teringat pesan terakhir Arya Prabu.  Merasa bersalah atas malapetaka yang menimpa keluarga ini.  Tersentak kaget  mendengar anak itu terbatuk batuk hebat dan muntah darah berwarna kekuningan.  Mata anak itu terbeliak menahan rasa sakit yang teramat sangat.  Dyah Puspita mencoba kembali menempelkan telapak tangannya ke dada anak itu, namun tersentak ke belakang dengan tiba tiba.  Hawa murni yang coba dia salurkan mental kembali dan tidak bisa masuk ke tubuh anak itu.  Kembali anak itu memuntahkan cairan dari mulutnya.  Kali ini cairan itu berwarna kehijauan.  

Dyah Puspita semakin panik tidak tahu harus berbuat apa.  Untuk ketiga kalinya, anak itu memuntahkan cairan dari mulutnya.  Cairan berwarna kemerahan.  Tubuhnya sebentar menegang sebentar menggigil.  Dyah Puspita yang kebingungan meraih sebuah buku kecil yang terjatuh ketika dia mencoba membuka baju anak itu yang basah kuyup oleh keringat.  Ajian Geni Sewindu-Warisan Arya Prabu untuk Arya Dahana. Begitu judul yang tertera di buku kecil itu.  Jadi nama anak ini Arya Dahana, pikir Dyah Puspita singkat.  

Dilhatnya sekarang Arya Dahana  bangkit dan duduk bersila.  Wajahnya yang tadi pucat perlahan lahan memerah.  Sungguh ajaib kekuasaan Sanghyang Widhi.  Racun dari senjata rahasia Madaharsa adalah racun mematikan yang bersifat dingin.  Sedangkan pukulan wedhus gembel Aswangga  adalah pukulan sakti yang bersifat panas.  Dua hawa itu berputaran di tubuh Arya Dahana. Saling bergelung membunuh. Tapi ternyata saling menetralkan dan menyembuhkan meski hanya sementara.  Bahkan membuka hawa murni di dalam tubuh Arya Dahana secara ajaib.   Itulah mengapa tadi Dyah Puspita tidak berhasil memasukkan tenaga ke dalam tubuh Arya Dahana.  Hawa murni yang luar biasa besar itu mempertahankan diri Arya Dahana dari gangguan luar.

Dyah Puspita tidak mau mengganggu Arya Dahana yang terlihat tenang sekarang.  Diperhatikannya anak kecil yang masih berusia sekitar lima tahunan itu.  Kulit sawo matang dengan wajah yang menarik.  Tubuh kurus yang kelihatan berisi meski masih kecil.  Dia kemudian membuka buku kecil tadi.  Membuka lembaran-lembarannya dan menemukan bahwa itu adalah sebuah pelajaran ilmu kanuragan yang dahsyat.

Secarik kertas terjatuh ke tanah saat Dyah Puspita membuka lembar demi lembar buku itu.  Dipungutnya dan dibacanya dengan cepat.  Sebuah pesan yang sangat singkat;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun