Sedikit lagi pembacaan hujan menjelang tamat. Aku menyisakan gerimisnya sebagai teman meminum segelas teh hangat. Di dalam rintiknya yang lamat-lamat. Aku bisa mendengar senandung tembang mocopat.
Tembang ini bisa membaca sifat. Mengenai asal usul hidup dan juga kematian. Apakah selama hidup seringkali terperangkap redup. Atau berkubang cahaya lalu terbakar bersamanya. Tak ada pilihan yang sederhana. Hidup memang kerumitan pada level sempurna.
Dengan apa mocopat membacakan sifat kematian. Apakah dengan membiarkannya mati kedua kali dalam kesunyian. Atau mati sekali saja namun terjebak pada keriuhan. Sekali lagi ini pilihan yang sulit. Seperti memilah pahit dari banyak rasa sakit.
Saat nanti hujan berhenti. Aku ingin mendengarkan mocopat lagi. Kali ini ditembangkan oleh angin yang berbaris rapi di birai jendela. Meniupnya seolah suara seruling gembala. Menggiring sapi-sapinya agar merumput. Sebab hujan episode ini telah pulang usai dijemput.
Bogor, 3 Nopember 2018