Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mencumbu Rindu

20 Oktober 2018   02:59 Diperbarui: 20 Oktober 2018   03:17 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Katamu kau sedang mencumbu rindu. Pada setiap helaan nafas, rasanya seperti tikaman ujung paku. Mengalirkan darah yang tak lagi merah. Sebab telah bernanah.

di dalam kesepian, kau menyebutkan keramaian, berulang-ulang. Sepertinya kau berharap ada halilintar datang, dari langit yang sedang biru, tak ada awan, tanpa sedikitpun tanda kelahiran hujan.

di dalam kesendirian, kau menggambar pasar, di matamu yang nanar. Nampaknya kau ingin menggiring rasa tak sabar, ke pertapaan, tempat terakhir yang mesti didatangi ketika kehendak barbar hendak menguar.

di tengah malam, kau melepas kebingungan, dalam kegelapan. Rupanya kau mau menyimpan rahasia, serapat-rapatnya, sampai kelak udar dengan sendirinya.

itulah caramu mencumbu rindu. Dengan berusaha mencederai waktu. Merusak pendulumnya, membalik angka demi angka, mencekik setiap detik, laksana kemarahan ular derik.

caramu mencumbu rindu sama sekali tak terbayangkan. Kau meraihnya dalam pelukan, memagutnya pada kehangatan, lalu membunuhnya dengan sekali tikam.

Bogor, 19 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun