Jika kita tahu darimana cinta bermuasal. Â Mari kita memulai perburuan massal. Â Jangan biarkan cinta menjadi begitu rahasia. Â Seperti harta karun Ali Baba. Â Pintu gua akan terbuka, hanya jika kita merapal mantra-mantra.
Tak perlu mantra untuk membuka pintu hati. Â Cukup ketuk tiga kali dengan kesungguhan bertamu. Â Ucapkan salam setakzim para musafir. Â Lemparkan pandang selembut sentuhan pertama purnama terhadap bumi. Â Pintu hati akan membuka dengan sendirinya. Â Apabila memang sudah tiba masanya.
Tak usah sibuk menyeru. Â Cinta itu sekehendaknya sendiri. Â Dia datang di saat tak terduga. Â Bahkan mungkin saat kau anggap dia sebagai Rahwana. Â Penyamun rasa yang benar-benar seorang pecinta. Â Tiba-tiba saja ada di hadapanmu. Â Mempersilahkanmu menaiki kereta menuju istana. Â Pada saat kau tersesat di rimba belantara.
Jangan menggerutu. Â Cinta itu bukan sebangsa kutu yang membuat gatal kepalamu. Â Cinta itu semaunya sendiri hendak menjadi apa. Â Menjadi kenanga, ketika hatimu memilih untuk terus berbunga. Â Menjadi singa, saat kepalamu dipenuhi terus oleh panasnya drama. Â Menjadi cuaca, waktu kau pikir sesungguhnya cinta itu pertunjukan opera yang pemerannya harus selalu beralih rupa.
Cinta itu pagi, siang sekaligus malam. Â Memberimu kesejukan, kekeringan, sekaligus kegelapan. Â Karena cinta tak lain adalah detik yang berdetak. Â Menyaru dalam sosok yang dirindu, namun menyeret paksa kekuasaanmu atas waktu.
Cinta jelas bermula. Â Jika tidak, dia tak akan punya akhir. Â Cinta pasti bermuasal. Â Jika tidak, tentu dia tak akan mencari jalan pulang.
Jakarta, 15 September 2018