Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepasang Mata dari Balik Jendela

18 Agustus 2018   09:40 Diperbarui: 18 Agustus 2018   09:48 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Separuh jalanan telah dipanaskan matahari.  Separuhnya lagi masih diselubungi dinginnya pagi.  Aku berdiri di antaranya.  Mencoba menjadi perantara. Berpindahnya beku pada bara.

Pucuk cemara masih serupa hantu.  Membatu di jalur waktu.  Tanpa angin.  Cemara itu benar-benar tak punya ingin.

Langit nampak sedang berbersih muka.  Menyingkirkan noktah awan yang menutupi mata.  Hari ini langit ingin memandangi bumi sepenuh-penuhnya. Ini kesempatan yang diberikan cuaca.  Tak akan disia-siakan walau sekelompok mendung hitam memohon diberikan laluan.

Sepasang mata dari balik jendela.  Menuliskan embun di permukaan kaca;  Di setiap cinta, selalu ada pagi yang bersahaja, matahari yang sederhana, dan malam yang semenjana.  Itu cukup.  Tak perlu pagi yang redup, matahari yang meletup-letup, dan malam terantuk kabut.

Sepasang mata dari balik jendela.  Gagal melahirkan airmata.  Pagi terlalu bergembira jika hanya untuk mengenang kembalinya senja.

Bogor, 18 Agustus 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun