Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Beberapa Musabab Kenapa Kemarau Memutuskan Pergi

7 Agustus 2018   09:21 Diperbarui: 7 Agustus 2018   09:44 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

1)

Nyinyir.  Ya, kemarau tiba-tiba menghamburkan begitu banyak kata yang sumir.  Di dalam ruang-ruang musim yang diperuntukkan untuk cuaca, kemarau merasa sebagai anak yang putus asa.  Kedatangannya jarang ada yang menunggu.  Orang-orang lebih mencintai hujan.  Hujan lebih bisa mengasuh kenangan.  Sedangkan kemarau justru banyak berperan menghapusnya ke dalam kehangusan.

2)

Kemarau merasa dipaksa menjadi tentara.  Di setiap pergantian zaman, kemarau harus membakar sisa-sisa peradaban.  Tentu saja melalui kelaparan dan peperangan.  Sawah dan ladang dikeringkan.  Bulir-bulir padi dan gandum dikosongkan.  Sungai dan danau dihisap hingga berasap.  Pada akhirnya perjalanan waktu harus selalu dibuat memucat. 

Moncong meriam dan ujung peluru di asapi.  Darah yang tumpah mesti segera dipanggang matahari.  Jika tidak, bau anyirnya akan menimbulkan amarah berikutnya.  Dan terjadilah peperangan selanjutnya.

3)

Anak-anak lebih suka berlarian riang di tengah hujan.  Menyecap setiap rintiknya yang jatuh di mulut.  Seolah hujan adalah rasa manis yang lembut.  Tak ada yang mau berlarian di tengah kemarau.  Itu sama dengan mengirimkan teluh kepada peluh.  Membuat segala kekuatan hidup menjadi rapuh. Dan akhirnya runtuh.

4)

Di saat kemarau pergi.  Tak ada satupun yang menangisi.  Paling hanya isak tertahan dari purnama.  Tak ada orang yang mau keluar malam menatapnya mesra.  Langit terlalu banyak ditanami mendung.  Menghalangi pinta dan doa-doa yang murung.  Agar bisa terbang tinggi membubung.

5)

Di saat hujan datang.  Kemarau tak akan dikenang.  Semua nyanyian diantar oleh musik yang disuarakan gerimis.  Bukan oleh bunyi daun-daun kering yang menggulung dalam irama kekeringan yang ritmis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun