Anak-anak pantai yang dilahirkan dari percintaan kemarau dan gelombang. Â Berlarian mengukur panjang pesisir. Â Membenamkan tangan dan kaki dalam pasir. Â Berharap bisa membangun istana kecomang. Â Sebagai satu cara jika rumahnya nanti disapu tsunami.
Anak-anak pantai yang matang dipanggang matahari. Â Setiap hari menadahkan tangan. Â Menyambut kedatangan badai dengan senang hati. Â Duduk di bawah nyiur mati. Â Berdoa semoga nyiurnya tumbuh kembali. Â Diasinkan aroma laut. Â Agar awet hingga kelak tak perlu lagi menanam mimpi.
Anak-anak pantai yang tembuninya diikatkan pada cambuk ikan pari. Â Tafakur di kegelapan petang. Â Melambai pada horison yang senyap. Â Biru terang begitu cepat melenyap. Â Tapi hati mereka yang lebih bundar dari purnama. Â Menyalakan pelita seterang-terangnya.
Anak-anak pantai yang pandai merenangi warna warni cuaca. Â Meregangkan seluruh otot tubuh. Â Mereka harus berangkat subuh. Â Menebar jala mengait pancing. Â Meramaikan permukaan lautan yang sedang berkaca bening.
Anak-anak pantai menyaru menjadi kupu-kupu. Â Terbang di antara puncak terumbu. Â Menaburkan sekelumit pengharapan. Â Jangan sampai terumbunya lumpuh menjadi bangkai rongsokan.
Anak-anak pantai yang dibesarkan angin daratan. Â Begitu dalam mencintai lautan. Â Setiap saat berdoa agar kelak dikuburkan di dalam keteguhan karang.
Bogor, 20 Juli 2018