Sejengkal saja dari puncak rasa terik. Â Aku melamunkan kemarau. Â Semenjak musim itu datang. Â Aku malah sering berbicara tentang hujan. Â Itu semua karena aku terlalu dekat dengan kegelisahan.
Begitu ada titik-titik air berjatuhan. Â Aku selalu mengira itu hujan. Â Padahal ternyata itu keringat matahari. Â Bekerja terus menerus tiada henti. Kelelahan. Disengat hal yang sama. Â Yaitu kegelisahan.
Aku sebetulnya ingin bersembunyi. Â Ke sebuah tempat yang bisa mendinginkan hati. Â Kegelisahan ini lebih horror dari bangkitnya orang mati. Â Berdrama terhuyung-huyung untuk menakuti.
Jika kegelisahan di anggap sebagai air bah. Â Maka pikiran adalah tubuh sungai yang tak sanggup menampung. Â Sedangkan mata air barangkali adalah asal muasal kedamaian hati yang terlempar dari tempatnya di surga. Â Jatuh ke bumi lalu dipunguti oleh jiwa manusia.
Apabila kegelisahan kemudian dirundung kecemasan. Â Apalagi yang lebih horror dari ini?
Bogor, 20 Juli 2018