Seluput-luputnya membidik jantung senja dengan anak panah yang dilumuri tinta hitam, paling tidak warna merahnya akan tertulari buram. Â Maka berhasil lah rencana untuk mengacaukan petang. Â Ke dalam kecemasan yang utuh bahwa langit seakan-akan hendak runtuh.
Semua diskenariokan secara sempurna oleh orang-orang yang menyukai kekacauan. Â Mengebiri kedamaian untuk mendapatkan keuntungan kecil yang disebut kegelapan. Â Dalam kegelapan mereka mudah menyelinap dan mengendap-endap. Â Menangkap apa saja yang terlihat bisa menggemukkan pantat.
Saat senja melumuri tubuhnya dengan darah yang berasal dari amarah. Â Tidak terima atas kekejian segala rencana yang tertumpah. Â Wajahnya berubah pahit. Â Sepahit bulan sabit yang kesepian. Â Purnamanya masih lama. Â Dia belum bisa mengalihkan tatapan manusia. Â Agar setidaknya dua detik saja menengoknya.
Jantung senja mungkin cuma sedikit terluka. Â Tapi kepedihannya sanggup menajamkan taring malam. Â Menjadikannya malam paling jahanam. Â Lahirlah dari rahimnya drama-drama paling muram. Â Mengingatkan siapa saja untuk menutup pintu. Â Dari situ akan berduyun-duyun masuk masa lalu.
Jakarta, 16 Juli 2018