Begitu yang terbersit di benak bunga-bunga yang lupa caranya mekar. Â Terik begitu ganas mencakar-cakar. Â Kuntumnya nyaris terbakar. Â Untuk sementara tak ada nektar. Â Tunggu nanti ketika hujan datang memberi kabar. Â Apakah musim bisa tegak kembali dari rasa gemetar.
Itu juga yang menyelimuti induk lautan yang dicengkeram sunyi. Â Badai demi badai menyampaikan daftar laut mana lagi yang mati. Â Ditumpahi bergalon-galon minyak mentah yang dikuras dari perut bumi. Â Sayap-sayap camar tak bisa lagi terentang. Â Lengket dalam lilitan rantai karbon yang hilang. Â Ikan pari memilih melarikan diri. Â Jika tak ada tempat yang tepat keputusan berikutnya adalah bunuh diri.
Hutan yang tersisa terpaksa mengais tanah seadanya. Â Tak apa kering yang penting sulur akarnya bisa berbaring. Â Sungguh sulit mencari lahan gembur. Cacing-cacing tanah tak mampu lagi membuat subur. Â Tugasnya sekarang justru menggali kubur. Â Bagi potongan tubuh pohon yang hancur.
Harapan adalah ketika angan-angan dipertemukan dengan kenyataan lalu terbitlah seulas lebar senyum bahagia. Â Namun jika sebaliknya, maka harapan itu kemudian tergelimpang, melenyap secepat lamunan, lalu dimasukkan keranda.
Kemudian diusung bersama alunan lagu berkabung. Â Menuju pekuburan masal tempat harapan-harapan yang gugur ditampung. Â Dalam suasana yang begitu murung.
Jakarta, 16 Juli 2018