Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bunga Sunyi Tumbuh di Pipi

12 Juni 2018   22:55 Diperbarui: 12 Juni 2018   22:56 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Perempuan tua itu menyeka airmata yang menyemak di pipinya.  Tahun demi tahun berlaluan.  Selalu menjinjing kesunyian.  Anak-anaknya enggan pulang.  Rumah bagi mereka adalah rumpun ilalang.  Bukan persinggahan atau pelabuhan.

Mereka tidak lupa kepada ibunya.  Tapi mereka tak ingat bahwa ibunya merindukan mereka.  Mereka mengirimkan suara.  Suka ria dan berjenaka.  Sebagai ganti cium tangan dan binar mata.

Perempuan tua itu membetulkan letak hatinya yang mulai berjatuhan.  Berserakan di halaman.  Menyatu bersama daun-daun kering.  Menunggu kedatangan angin. Menyapunya ke segala arah.  Mirip dengan airmata yang tertumpah.

Bunga sunyi tumbuh di pipi.  Dari seorang perempuan tua yang kehilangan warna pelangi.  Tersisa hitam.  Seperti hari-harinya yang ditulis pada kertas buram.  Menunggu anak-anaknya pulang dan bersalam.

Ibu, kami ada di pintu depan....

Jakarta, 12 Juni 2018 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun