Perempuan tua itu menyeka airmata yang menyemak di pipinya. Â Tahun demi tahun berlaluan. Â Selalu menjinjing kesunyian. Â Anak-anaknya enggan pulang. Â Rumah bagi mereka adalah rumpun ilalang. Â Bukan persinggahan atau pelabuhan.
Mereka tidak lupa kepada ibunya. Â Tapi mereka tak ingat bahwa ibunya merindukan mereka. Â Mereka mengirimkan suara. Â Suka ria dan berjenaka. Â Sebagai ganti cium tangan dan binar mata.
Perempuan tua itu membetulkan letak hatinya yang mulai berjatuhan. Â Berserakan di halaman. Â Menyatu bersama daun-daun kering. Â Menunggu kedatangan angin. Menyapunya ke segala arah. Â Mirip dengan airmata yang tertumpah.
Bunga sunyi tumbuh di pipi. Â Dari seorang perempuan tua yang kehilangan warna pelangi. Â Tersisa hitam. Â Seperti hari-harinya yang ditulis pada kertas buram. Â Menunggu anak-anaknya pulang dan bersalam.
Ibu, kami ada di pintu depan....
Jakarta, 12 Juni 2018Â
Â