Berlompatanlah sergah ketika sungai meminggirkan sebuah pepatah. Tentang berakit-rakit ke hulu lalu berenang ke tepian. Â Itu cara bunuh diri yang paling tidak sederhana. Menguras tenaga untuk satu hal yang tidak masuk akal. Â Kecuali kalau kau sedang menuliskan dongeng untuk anak-anak nakal.
Seribu satu pepatah dan peribahasa. Disajikan di meja makan tiap hari. Dikunyah dalam kondisi mentah. Â Mengajarkan bagaimana cari menguatkan diri sekaligus juga harakiri. Â
Pepatah dan peribahasa dipigura di dinding putih agar terbaca. Â Jangan diletakkan di bawah ranjang seperti asap dupa. Â Mengasapi pikiran hingga matang. Â Lalu diolah bersama bumbu rempah. Â Diletakkan di pinggan dan cawan. Â Menutup sebuah perjamuan tanpa ada yang makan.
Segala hal yang baik diajarkan melalui tatapan. Â Bukan mulut berbusa-busa seperti banjir kanal Jakarta. Â Seperti buruk muka cermin dibelah. Â Tak mau menerima keburukan hanya karena bisa dilihat mata.
Pepatah dan peribahasa mengembarai zaman. Â Menjadi riasan dan hiasan waktu. Â Dipakai hanya jika pendulumnya hilang. Â Ketika waktu berhenti menunjukkan kapan saatnya azan berkumandang.
Bogor, 1 April 2018