Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pepatah dan Peribahasa

1 April 2018   18:53 Diperbarui: 1 April 2018   19:38 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berlompatanlah sergah ketika sungai meminggirkan sebuah pepatah. Tentang berakit-rakit ke hulu lalu berenang ke tepian.  Itu cara bunuh diri yang paling tidak sederhana. Menguras tenaga untuk satu hal yang tidak masuk akal.  Kecuali kalau kau sedang menuliskan dongeng untuk anak-anak nakal.

Seribu satu pepatah dan peribahasa. Disajikan di meja makan tiap hari. Dikunyah dalam kondisi mentah.  Mengajarkan bagaimana cari menguatkan diri sekaligus juga harakiri.  

Pepatah dan peribahasa dipigura di dinding putih agar terbaca.  Jangan diletakkan di bawah ranjang seperti asap dupa.  Mengasapi pikiran hingga matang.  Lalu diolah bersama bumbu rempah.  Diletakkan di pinggan dan cawan.  Menutup sebuah perjamuan tanpa ada yang makan.

Segala hal yang baik diajarkan melalui tatapan.  Bukan mulut berbusa-busa seperti banjir kanal Jakarta.  Seperti buruk muka cermin dibelah.  Tak mau menerima keburukan hanya karena bisa dilihat mata.

Pepatah dan peribahasa mengembarai zaman.  Menjadi riasan dan hiasan waktu.  Dipakai hanya jika pendulumnya hilang.  Ketika waktu berhenti menunjukkan kapan saatnya azan berkumandang.


Bogor, 1 April 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun