Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pagiku Berserakan

23 Maret 2018   17:58 Diperbarui: 23 Maret 2018   18:07 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berantakan.  Di halaman belakang dan depan.  Rumah yang dibangun dari serpihan kayu.  Dan remah batu bata.  Diikat liur anai-anai.  Ditukangi ingatan yang luruh oleh waktu.

Pagiku selalu berserakan.  Tak mau ditata dalam lemari kaca.  Dipajang sebagai piala yang bisa dibanggakan.  Seandainya saja.

Dimulai sejak dinihari.  Pagiku pecah perlahan karena mata ini terlalu memuja mimpi.  Terjaga bukan pilihan pertama.  Karena dalam mimpi bebas untuk berpura-pura bahagia.

Ketika pendulum menyentuh angka empat.  Tubuhku malah meringkuk lebih rapat.  Terjatuh lebih dalam lagi.  Ke kubangan semacam hologram.  Dalam mimpi satu macam yang diputar berulang. 

Saat pendar matahari menyusupi ruang-ruang yang sengaja digelapkan untuk menipu cahaya.  Pagi sudah terlanjur berserakan.  Mengumpulkannya butuh tekad dan kemauan.  Menyusunnya kembali perlu kekuatan yang disebut iman.

Iman bukan sekedar kata bagi bunga Krisan.  Dituliskan wanginya lalu diabaikan setelah kelopaknya bermatian.

Jakarta, 23 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun