Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bunga Mata Boneka

11 Maret 2018   20:34 Diperbarui: 11 Maret 2018   21:05 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lelaki gagah itu sedikit mengangkat alisnya.  Tumben istrinya melayani dengan begitu ramah.  Sudah beberapa bulan terakhir mereka sering bertengkar.  Bahkan sudah memutuskan untuk pisah ranjang karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh.  Istrinya wanita yang tidak sabar.  Mestinya dia paham bahwa menyembuhkan penyakit ini butuh usaha yang keras.

Lelaki itu membiarkan saja ketika istrinya membuka jas dan dasinya.  Menghempaskan tubuh ke sofa super empuk dengan perasaan nyaman.  Mungkin istrinya sadar bahwa penyakitnya ini memang sulit untuk disembuhkan.  Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan.

Wanita itu mengambilkan suaminya minuman segar yang telah dipersiapkan.  Suaminya sangat menyukai teh herbal.  Dia mencampurnya dengan semua ekstrak Bunga Mata Boneka.  Dia sangat yakin penyakit suaminya akan cepat tersembuhkan.  Begitu kata tokoh spiritual yang ditemuinya sebulan lalu.  Mata wanita itu berkilat penuh pengharapan.

-----

Sang suami meminum teh herbal itu dengan sekali tenggak.  Disisakannya sedikit lagi untuk tenggakan kedua nanti.  Istrinya tahu bahwa teh herbal hanya pas jika disajikan hangat dan diseduh menggunakan air suam-suam kuku saja.  Rasanya sedikit aneh.  Ada campuran wangi yang tidak seperti biasanya.  Ahh, tapi segar sekali! 

Lelaki itu merasakan hawa hangat memasuki mulut, memanas ketika mengaliri kerongkongan, lalu menyala-nyala begitu sampai di perutnya.  Lelaki itu terbelalak hebat.  Tubuhnya mengejang dahsyat.  Seluruh organ dalam tubuhnya serasa diaduk oleh api dan sengat. 

Tak membutuhkan waktu lama akhirnya lelaki itu terkapar dengan darah dan busa mengaliri bibir, hidung dan telinganya.

Wanita itu menyaksikan semua dengan senyum tipis penuh kelegaan dan rasa syukur.  Bunga Mata Boneka itu telah menyembuhkan penyakit suaminya dengan seketika.  Penyakit bermain-main dengan perempuan-perempuan yang menjadi sekretarisnya.   Bertahun-tahun lamanya.

Wanita itu meraih gelas suaminya di meja.  Meletakkan di bibirnya yang merah menyala.  Meminumnya sampai habis.  Matanya yang menyimpan kepedihan sekian lama, berpendar seperti kejora.  Wanita itu ingin merasakan seberapa cepat deritanya segera lenyap dari dunia.  Dia tahu bahwa racun dari Bunga Mata Boneka itu jauh lebih kuat dari Sianida.

------

Jakarta, 11 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun