Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Begini Caraku Menjumpai Pagi

14 Februari 2018   06:27 Diperbarui: 14 Februari 2018   07:02 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sederhana saja.  Aku buka jendela setengahnya saja.  Aku biarkan angin masuk meraba dinding kamar dan lemari.  Memberi sentuhan pada dinding yang terkelupas dikuliti masa lalu.   Sekaligus mendinginkan lemari yang terberati beban sebab harus bisa membahagiakan aku.  Di dalamnya banyak buku.  Tentang kisah, dongeng dan cara menipu waktu. 

Menjumpai pagi di saat keinginan sedang lintang pukang.  Mengingatkan bahwa harapan adalah senapan yang dikokang.  Membidik selusin janji kepada masa depan.  Sebagiannya kepada sebuah danau yang dijadikan roh cerita.  Lalu Roma yang ditulis sebagai tempat berikrar kata.

Di pagi jugalah aku selalu berhasil menyesap cahaya.  Gelap di sudut hati harus diterangi.  Jangan sampai terjengkang karena tersandung sudut pandang orang.  Kataku adalah lidahku.  Bukan cipratan ludah orang yang coba membujuk arah jalanku.

Sebagai balas budi pada pagi.  Aku tahu apa yang harus aku lakukan.  Setiap menjumpainya.  Aku katakan bahwa dia selalu menjadi titik awal dari bahagia.  Tak kurang tak lebih.  Seperti kopi yang selalu menunggu air mendidih.

Jakarta, 14 Februari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun