Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Empat Musim

6 Januari 2018   06:49 Diperbarui: 6 Januari 2018   08:20 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menatap tepat ke arahku. Musim panasnya menyeberangi jalan, menggugah pagi agar para pemimpi segera terbangun untuk membenahi hati.  Setelah sunyi saling berpagut bisa mematikan dengan keriuhan yang berdatangan membawa ramalan tentang rasi.

Musim dingin sedang disimpan. Dipersiapkan bagi orang-orang yang sering retak jiwanya ketika hunjaman terik memaksa mereka untuk berdusta. Kepada gurun bahwa mereka tak lagi berairmata.  Kepada laut bahwa mereka tak mau lagi membadaikan cerita.

Musim gugur masih lama. Namun helaian kisah yang dituliskan sudah mulai menjatuhkan daun-daunan.    Bagi datangnya para bunga yang rindu untuk bermekaran. Setelah sekian lama bersembunyi di lorong-lorong sempit dengan ujung tak berkesudahan.

Musim semi adalah yang dinanti. Terutama ketika warna-warna merebakkan irisan pelangi. Menebar harum sekuat istana para putri yang dulu terkekang oleh zaman dan kini terjeruji pemberontakan. Berjuang untuk cintanya yang tak hendak lagi tercerai-berai berantakan.

Jakarta, 2 Januari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun