Kelegaan mereka tidak berlangsung lama. Seorang petugas administrasi menyodorkan kalkulasi biaya. Satu juta katanya. Orang orang saling berpandangan. Parno mengambil alih situasi. Diajaknya para pedagang yang sudah dikenalnya itu untuk berunding. Iuran! Itu kesimpulan yang didapat dari rapat sangat singkat itu.
Semua lalu merogoh kantong dan dompet masing masing. Gunungan receh menggelinding di meja kasir. Lembaran lembaran lusuh memenuhi. Dihitung dengan cermat. Kurang lima ratus ribu lagi. Orang orang berpandangan lagi. Dirapatkan lagi juga percuma. Parno merogoh kantongnya yang berisi lima lembaran merah baru hasil pertunjukan Ebiet-nya tadi. Pas!
Semua orang tersenyum gembira. Masalah terpecahkan. Mereka lupa bahwa malam ini mungkin tidak membawa apa apa saat pulang ke rumah. Mereka hanya ingat betapa bahagianya rasa membantu sesama mereka yang tidak cukup beruntung menjadi kaya.
--------
Semua kembali ke habitat pekerjaannya. Parno melangkah keluar dengan paras gagah. Tuhan memberikan rejeki nomplok tadi kepadanya untuk disalurkan. Dia bahagia. Dia ingin segera pulang untuk mengabarkan rasa ini kepada Darmi istrinya.
Bus kota terakhir mengantar Parno pulang. di dalam bus yang hanya berisi beberapa orang berwajah lesu karena kelelahan, Parno menghibur dengan menyanyikan lagu lagu kemanusiaan dari Iwan Fals. Wajah wajah lesu itu seperti dibangunkan dari letih. Seperti diguyur oleh dinginnya air pegunungan. Ikut bernyanyi nyanyi riang.
Sesampainya di rumah, Parno mandi lalu sholat dan taraweh sendirian. Seusai sholat, Darmi dilihatnya sedang sibuk mencuci baju sekolah anak anaknya di kamar mandi. Parno menemani sambil menceritakan kebahagiaannya tadi. Utuh tanpa bumbu atau penyedap rasa.
Darmi tersenyum. Dia tidak keberatan. Mereka memang orang kecil. Tapi tidak berarti hati mereka adalah hati berukuran kecil. Teringat sesuatu.
“Tadi aku dipanggil Pak Direktur lho mas. Dia menyampaikan terimakasih atas pengabdianku selama bekerja lebih dari 15 tahun di kantor itu. Aku senang sekali mas. Beliau juga menyerahkan piagam penghargaan atas semua itu. Tuh masih dalam amplop coklat besar. Aku belum buka karena tanganku kotor sedari tadi masak dan mencuci baju.”
Darmi bangkit. Mencuci bersih tangannya yang berlepotan sabun. Mengambil amplop coklat besar di meja. Menyerahkannya kepada Parno lalu kembali tekun pada cuciannya.
Parno membuka amplop. Piagam penghargaan itu istimewa. Dia harus memberi ucapan selamat kepada istrinya. Sebuah piagam yang indah. Parno tersenyum dan memberikan selamat kepada istrinya. Meletakkan kembali amplop besar itu di meja. Sesuatu terjatuh. Amplop berukuran kecil. Parno mengambil dan membukanya.