Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Politik

Utang Indonesia yang Terus Menggunung

23 April 2019   18:04 Diperbarui: 23 April 2019   18:14 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: CNBC.com

Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Peribahasa tersebut tampaknya cukup menggambarkan kondisi utang negara tercinta ini. Patut untuk diketahui, Kementerian Keuangan baru saja mengeluarkan laporan terperinci soal utang pemerintah dalam APBN Kita atau Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara, Kinerja dan Fakta, edisi April 2019.

Dalam laporan tersebut, utang pemerintah pusat hingga akhir Maret 2019 sudah mencapai Rp 4.567,31 triliun. Angka ini diklaim naik tipis (Rp 1 triliun) jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau Februari yakni Rp 4.566 triliun. Utang pemerintah pusat periode Maret 2019 ini terdiri dari, pinjaman luar negeri maupun dalam negeri, jumlahnya mencapai Rp 791,19 triliun. Adapun Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 3.776,12 triliun.

"Naik tipis"-nya posisi utang  negara ini nampaknya menjadi pelumas rencana pemerintah untuk kembali  menerbitkan surat utang pada April 2019.  Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan SUN pada 9 April 2019 dan disusul oleh penerbitan Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk pada 16 April 2019. Pada lelang SUN, pemerintah menarik utang sebesar Rp 15,7 triliun. Sementara itu, dari lelang sukuk, pemerintah menarik utang sebesar Rp 6 triliun.

Tidak berhenti sampai disitu, pemerintah kembali mengeluarkan SUN dengan target indikatif Rp 15 triliun sampai Rp 30 triliun. Ada 7 seri surat utang yang akan dilelang dengan jatuh tempo mulai 24 Juli 2019 hingga 15 Mei 2048. Utang-utang ini pun akan digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia.

Lantas, masih amankah posisi utang pemerintah pusat?

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menekankan utang pemerintah pusat masih aman dan terkendali. Menurutnya, rasio utang pemerintah pusat terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) jauh lebih rendah dari batas maksimum yang sebesar 60%, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Bahkan, rasio utang pemerintah pada akhir Maret sebesar 30,1% turun jika dibandingkan rasio utang pada Februari yang sebesar 30,33%.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal atau BKF Suahasil Nazara mengatakan Indonesia yang termasuk dalam katergori emerging market atau negara berkembang perlu mewaspadai dua risiko akibat adanya pelambatan ekonomi global. Keduanya adalah peningkatan risiko utang dan sudden capital outflow atau berpindahnya modal secara tiba-tiba.

Menurut Suahasil, terkait risiko utang tersebut datang dari peningkatan utang baik utang dari korporasi maupun utang di sektor. Meski berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio utang pemerintah terhadap GDP berada di batas aman, tetapi tetap harus diwaspadai.

Karena, berpindahnya arus modal secara tiba-tiba dapat mengakibatkan goncangan perekonomian. Kondisi ini pun rawan terjadi karena karena saat ini semakin terkoneksinya negara maju dengan negara berkembang. Akibatnya, potensi pelambatan ekonomi bisa mengakibatkan adanya shock di pasar keuangan yang akan saling berdampak.

Terlebih lagi, konom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mencurigai adanya upaya pemanfaatan situasi dan kondisi oleh pemerintah maupun swasta, terhadap situasi global yang menunjukkan gejala ketidakpastian. Kenaikan utang luar negeri adalah "aji mumpung" atau upaya memanfaatkan situasi global, di mana banyak dana masuk ke negara berkembang.

Hal ini seharusnya dapat diwaspadai secara tepat agar Indonesia tidak masuk dalam jebakan lingkaran utang, yaitu ketidakmampuan membayar utang sehingga harus menutup dengan hutang baru. Jangan sampai hutang baru diterbitkan seperti "air lalu" yang hanya diperuntukkan untuk membayar utang sebelumnya. Seharusnya kita dapat berkaca pada krisis yang muncul karena jebakan hutang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun