Mohon tunggu...
Fransiskus MKowa
Fransiskus MKowa Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati Masalah Sosial Politik

sekarang sedang menjadi salah satu staf pengajar di SMK Stella Maris Labuan Bajo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kopi Pahit, Aku, dan Dia

8 Februari 2020   13:38 Diperbarui: 11 Februari 2020   09:27 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tepi cangkir kopi itu masih tersisa satu syarat yang mungkin tak dia lupakan. Sedari kopi itu diseduh tanpa gula "ia sudah memaafkannya". Kopi itu tak harus manis. Kini saatnya 'ia menunjukkan dirinya yang asli". Aku ingin kopi itu pahit, tapi nikmat diteguk. Aku tak mau menipu rasa dalam kopinya yang asli. Rasa itu pasti ada dalam secangkir kopi yang ia buat untukku.

      Sore itu, ketika kuteguk kopi itu "dia enggan mengatakan yang sebenarnya". Kopi itu tak mungkin menjadi saksi yang bisu. Ia hidup ketika ia memberi rasa. Di hadapan cangkir itu "rasa itu tak habis diteguk hanya  dalam secangkir kopi". Tapi ia bisa menjadi sahabat yang membuat rasa ini selalu tenang dan selalu mengatakan "aku ingin selalu meneguk kopi itu bersamanya".

      Kopi itu selalu memaafkan. Ia tak pernah menipu dan memendam rasa benci dan dendam dalam rasanya. Tanpa gula, ia tetap mempunyai rasa dan selalu menunjukkan kalau ia adalah rasa yang paling mujarab untuk diteguk. Bahkan ketika ragamu sedang kacau, kopi akan selalu membuka dan memberi jalan dengan rasanya. Ia tak pernah menutup jalan ketika ada yang meneguknya. Ia juga tak mungkin memberi rasa sakit dengan rasanya. Tapi, ia hanya mungkin memberi rasa candu karena ia tak pernah menipu. Ia begitu setia dan selalu memberi rasa "kalau ialah rasa yang paling nyaman untuk siapa saja yang meneguknya".

      Kembali dalam cangkir itu, ada juta tanya yang tersingkap dalam kehangatannya. Tak mungkin raga ini selalu menipu ketika sesuatu selalu membuatmu tak nyaman. Apakah mungkin engkau mesti bertahan dengan rasa yang membuatmu tak nyaman??? "nikmati kopi itu dulu selagi ia hangat dan membuatmu nyaman". Kata itu selalu terdengar ketika aku mampir di kedai itu. Ada dia yang selalu menantimu di kedai itu. Jika waktu berkenan "ia akan menjadi teman hidupmu ketika engkau selalu menikmati rasa dalam secangkir kopi itu".

       Kopi itu selalu menjumpai aku dengannya di kedai itu. Tak ada waktu lain selain setianya Sore. Sore sudah dan akan selalu menjadi sahabat yang tepat dan setia untuk bisa berbagi. Kembali rasa dalam kopi itu diteguk. Ia tetap seperti biasanya. Ia tak mengkhianati rasa yang ada dalam isi cangkirnya. Tanpa gula "tetap seperti biasanya". Mungkin dia berpikir "mengapa aku bertahan dengan rasa pahit itu??". Jawabannya tetap ada di kedai itu. Rasa dalam kopi itu tak pahit ketika engkau terbiasa dengannya. Pahit itu telah nyaman dalam tegukan dan bahkan ia selalu membuka jalan dan memberi pengharapan "kalau di jauh sana masih ada sejuta jalan dan pintu yang tersedia".

      Aku menunggumu di kedai itu.


Kopi telah membuatku candu. Setiap sore kopi itu selalu memanggil agar dia berjumpa dalam hangatnya cangkir itu. Secangkir kopi yang hangat. Seduh dan nyaman di bibir. Tak mungkin lagi dia mengkhianati kalau sebenarnya rasa itu tak harus selalu dicap pahit. Rasa itu akan memberiku sebuah pemahaman baru "kalau aku telah nyaman dan candu dengan rasa "yang kataya pahit" itu". Pahit itu telah menjadi manis dalam cangkir dan raganya.  

Dari kopi ini, sekarang  aku tahu "ternyata pahit itu indah dan nikmat ketika aku selalu merasakan kenyamanan darinya". Meneguk kopi pahit tak senikmat lagi seperti aku meneguk kopi susu. Kopi pahit itu ada di kedai Manggarai Timur. Dari kedai ini aku belajar kalau "kopi pa'it[1]" itu adalah budaya.

 

Di kedai itu, aku tetap menunggunya yang akan menemani aku meneguk kopi. Dalam tunggu, aku tak pernah merasa takut dan cemas, sebab aku tahu kopi akan selalu memanggilnya datang untuk berjumpa. Rasanya kurang ketika kopi hanya diteguk sendiri. Kopi pa'it harus diteguk bersama. Dalam cangkirnya ada sebuah nilai kalau bersama itu adalah sebuah rasa yang mesti selalu ada dalam hidup. Rasa itu pasti selalu nyaman sebab dari cangkir itu "nikmat dan bahagia" adalah aroma yang selalu keluar dari cangkirnya. Cangkir itu tetap sama sebab ia selalu menyediakan kopi yang selalu memberi rasa nyaman dan nikmat dalam teguk.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun