Mohon tunggu...
Miftahul Janah
Miftahul Janah Mohon Tunggu... Guru - peminat ilmu sosial politik, agama, dan perempuan

sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Laksmana Cheng Ho, Islam Nusantara, Gus Muhaimin dan Nahdlatul Ulama (bag Akhir)

16 September 2019   13:04 Diperbarui: 17 September 2019   15:24 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan perjalanan ke China

Oleh Miftahul Janah MSi*

Selanjutnya hari ketujuh di Tiongkok ini kami diterima oleh IDCPC berbicara tentang Neighbordhood party talk: joint Consultation on and constuction of the belt and road initiative, between Chinese and Indonesian political parties, dilanjutkan dengan makan siang hosted by Madam Sun Haiyan, Director general of Bureau I of IDCPC, selanjutnya kami diterima dan dijamu oleh Mr Guo Yezhou, vice minister IDCPC, setingkat Wakil Menteri Luar Negeri di Indonesia. Di kedua forum tersebut masing-masing perwakilan kami menyampaikan apa yang menjadi kebijakan Indonesia dan partai kami, secara khusus menyampaikan salam dari Indonesia, PKB dan Ketua Umum Gus Muhaimin Iskandar; kami sampaikan PKB dengan 3 fokus agenda pada periode ini, bidang peningkatan bidang pendidikan, peningkatan UMKM dan mengembangkan dakwah islam dalam kerangka politik NU.

Cheng Ho dan Islam Nusantara

Kembali ke The story between Zheng He's expedition and Indonesia, atau laksmana Cheng Ho atau haji Mahmud Shams (1371-1433) yang disampaikan kedua Profesor di Universitas Fujian diatas bahwa Cheng Ho adalah seorang pelaut dan penjelajah tiongkok terkenal, diantara penjelajahannya adalah ekspedisi ke Nusantara antara tahun 1405 hingga tahun 1433 M, Cheng Ho seorang kasim (budak), Kasim pada umumnya tidak dihargai di daratan Tiongkok pada masa silam. informasi silsilah Cheng Ho diketahui dari batu nisan diketahui ayahnya bernama Ma Hazhi dan ibunya berasal dari marga Wen. Saat itu Jendral Fu Yu-te dan pasukan Dinasti Ming menduduki Yunan dan menangkapi semua anak lelaki dewasa dan dan anak-anak. Mereka dipotong alat vitalnya sebagai teror agar tunduk pada negara. Ma Ho adalah salah satu anak yang dikebiri. Dalam perkembangannya, menurut Sumanto Al Qurtuby dalam Arus Cina-Islam-Jawa. (historia.id) Cheng Ho keturunan Suku Hui yang secara fisik mirip suku Han yang dalam perkembangannya memiliki badan secara fisik gagah sekali, tinggi besar Ma Ho tampil seperti raksasa dengan tinggi lebih dari dua meter yang mungkin disebabkan defisiensi hormon lelaki akibat emaskulasi, kedua orang tuanya seorang muslim thaat, bahkan kedua orang tuanya sudah berhajji, keluarga yang berwibawa, yang mana di zaman itu berhajji bukan perkara yang gampang seperti sekarang, perjalanan spiritual yang butuh waktu berbulan-bulan, dengan perjalanan yang tidak mudah.

Cheng Ho yang muslim yang kemudian karena kegigihan dan kesetiaannya naik derajat menjadi kepercayaan kaisar Yongle, yaitu kaisar ketiga dinasti Ming, Yongle berasal dari Provinsi Yunnan, dikisahkan ketika pasukan Ming menaklukan Yunan, Cheng Ho di tangkap dan kemudian dijadikan orang kasim, Cheng Ho yang bernama asli Ma Ho lahir pada 1371 dari orangtua Muslim etnis Hui di Yunan. Hui adalah komunitas Muslim campuran Mongol-Turki. Pada 1381, Ceng Chu atau Kaisar Yun Lo memberi nama Cheng Ho dan menjabat pemegang komando tertinggi atas ribuan abdi dalem di Dinas Rumah Tangga Istana.

Cheng ho melakukan pelayaran pada abad ke-15. Dan pada tahun 1424 kaisar Yongle wafat dan digantikan kaisar Hongxi (1424-1425) dan mengurangi pengaruh suku kasim, dan membuat Cheng ho melakukan ekspedisi lagi pada masa kekuasaan kaisar Xuande (1426-1435). Cheng ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain Vietnam, Taiwan, Malaka (bagian dari Malaysia), Palembang Sumatera (Indonesia) Jawa (Indonesia) Srilanka, India, Persia, teluk Persia, Arab, laut merah dan Afrika.

Tujuan utama ekspedisi ini adalah memperluas pengaruh Cina di belahan benua lainnya, akan tetapi tidak memakai cara kekerasan, melainkan dengan jalan perdagangan dan saling bertukar buah tangan dengan negeri-negeri yang dikunjungi. Cheng Ho melakukan tujuh ekspedisi ke tempat yang oleh orang Tionghoa di sebut Samudera Barat (Samudera Indonesia), Politik Cheng Ho adalah politik merangkul, ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke Tiongkok, termasuk Raja Alagonakkara dari Srilanka yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf pada kaisar, kapal-kapal rombongan Cheng Ho juga mengangkut komoditas yang nantinya akan dijual atau dibarter di negeri tujuan, seperti emas, perak, porselen, dan terutama kain sutera (Shih-Shan Henry Tsai, Perpetual Happiness: The Ming Emperor Yongle, 2002). catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir yang diyakini sebagai pelayaran ketujuh, sayangnya dihancurkan oleh Kaisar dinasti ching, Armada cheng Ho terdiri dari 27.000 anak buah kapal, dan 307 armada kapal laut, yang besar dan kecil, yang bertiang tiga sampai bertiang sembilan, kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 Meter dan lebar 160 feet atau 50 meter. Rangka layar terdiri dari bambu Tiongkok, selama berlayar mereka membawa perbekalan beragam dan lengkap, sapi, ayam, kambing, yang kemudian dapat di sembelih untuk makan seluruh anak buah kapal selama di perjalanan, tak ketinggalan merekapun membawa kain sutera untuk di jual. Sepulangnya dari ekspedisi, Cheng Ho kembali dengan membawa berbagai penghargaan dan hadiah utusan lebih dari 30 kerajaan, saat pulang Cheng Ho membawa barang-barang berharga, diantaranya kulit, getah, pohon kemenyan, batu permata (ruby, emerald dan lain-lain) dan beberapa orang afrika, india dan arab sebagai bukti perjalanannya, cheng Ho bahkan membawa hadiah binatang asli Afrika, sepasang Jerapah dari raja Afrika. 

Politik perjalanan yang merangkul, memberikan hadiah kepada daerah-daerah yang disinggahinya ini juga dilakukan ketika singgah di Samudera Pasai ia menghadiahkan sultan aceh sebuah lonceng raksasa, Cakra Donya yang hingga kini tersimpan di museum Aceh. Tahun 1415 Cheng Ho berlabuh di Muara jati (Cirebon) dan menghadiahkan beberapa Cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon, salah satunya piring keramik yang bertuliskan ayat kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon, pernah dalam perjalanannya melalui laut Jawa, Wang Jinghong orang kedua dalam ekspedisi sakit keras, Wang akhirnya turun dan menetap di Semarang dan salah satu bukti peninggalangannya adalah Klenteng Sam Poo Kong (gedung batu), sebagaimana dijelaskan Profesor di atas, sam Poo adalah nama julukan yang disematkan bagi Cheng Ho yang artinya Pembantu Allah. Dan peninggalan Wang Jinghong yang lain adalah patung yang disebut mbah Ladekar juragan Dampo Awang Sam Po Kong. Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa raja Wikramawardhana.

Sedangkan keterkaitan Syekh Quro dan Syekh Datuk Kahfi adalah saudara seketurunan dari Amir Abdullah Khanudin generasi keempat Syekh Quro datang terlebih dahulu ke Amparan bersama rombongan dari angkatan laut China dari dinasti Ming yang ketiga dengan kaisarnya Yunglo. Armada angkatan laut tersebut dipimpin oleh laksamana Cheng Ho alias Sam Po Tay Kam. Mereka mendarat di Muara Jati pada tahun 1416 M mereka semua telah masuk islam, armada tersebut hendak melakukan melawat ke majapahit dalam rangka menjalin persahabatan. Ketika armada tersebut sampai di Pura Karawang, syekh Quro (Syekh Hasanudin) beserta pengiringnya turun. Syekh Quro akhirnya tinggal dan menyebarkan agama islam, kedua tokoh ini dipandang sebagai tokoh yang mengajarkan islam secara formal yang pertama kali di Jawa Barat, Syekh Qura di Karawang dan Syekh Nur Jati di Cirebon   

Bagaimana peran Cheng Ho terhadap islam di Nusantara?

Cheng Ho dalam pelayarannya itu telah lima kali mengunjungi kawasan Nusantara, singgah di pulau Sumatra dan pulau Jawa. Lokasi yang dikunjunginya, antara lain Samudra Pasei (Aceh), Palembang, konon Semarang, dan Cirebon. Misi yang dibawa Cheng Ho tidak hanya memamerkan kekuatan militer kekaisaran Ming, namun ia memperlihatkan keluhuran kebudayaan China, membina hubungan dengan negara-negara di wilayah selatan, yang sempat terputus, dan ia berperan penting dalam menyebarkan agama Islam di berbagai wilayah yang dikunjunginya itu.

Meskipun ada juga cerita bahwa Cheng Ho disebut penganut Budha, hal ini dapat di lihat dengan diberikannya julukan oleh Kaisar Yung Lo sebagai Ma San Bao (Ma Si Tiga Permata). Pada masyarakat santun, julukan itu menunjuk pada Tri Ratna dalam Buddhisme. Sementara pada lingkungan yang lain (maaf sebut saja-bejat), julukan itu berarti bahwa Ma seorang prajurit jempolan meski tak punya zakar dan penis, julukan Ma San Bao yang merujuk pada Tri Ratna (Buddha, Dharma, dan Sangha) seakan menyiratkan agama yang dianut Cheng Ho. Buddha adalah guru, Dharma adalah ajaran dan Sangha adalah para pendeta dan. Kendati dijuluki Ma San Bao, mengutip Sumanto Alqurthuby bahwa menurutnya ia tetap yakin Cheng Ho adalah seorang muslim yang melakukan Islamisasi. Menyebut Cheng Ho bukan muslim bahkan dijadikan dewa yang disembah di berbagai kelenteng dengan sebutan Sam Po Kong oleh penganut Konfusianis di Tiongkok adalah sebuah anakronisme atau hal ketidakcocokan dengan zaman tertentu.

Masyarakat Indonesia begitu menghormati Laksamana Cheng Ho sebagai seorang muslim yang melakukan Islamisasi di Nusantara. Karenanya nama ia diabadikan sebagai nama masjid di berbagai daerah di Indonesia. Diplomasi politik dari jalur darat menjadi jalur laut yang mengerahkan kapal-kapal berisi 27.550 orang perwira dan prajurit  itu meliputi politisi, juru tulis, pembuat peta, tabib, ahli astronomi, ahli bahasa, ahli geografi, dan ahli agama, sebagai commander in chief-nya diserahkan kepada Cheng Ho lewat sebuah Dekrit Kerajaan dengan wakil Laksamana Muda Heo Shien (Husain), sekretaris Haji Ma Huan dan Fei Shin (Faisal), juru bahasa Arab selain Ma Huan adalah Hassan, seorang imam pada bekas ibukota Sin An (Changan), bahkan sang Kaisar yang mengutus Cheng Ho memberikan banyak gulungan kertas bersegel kaisar dinasti kala itu, itu artinya Cheng Ho diberikan kewenangan penuh -jika dibutuhkan- dapat mengeluarkan dekrit selama dalam perjalanan pelayaran.

Dijelaskan selain mengemban misi menjalin persahabatan dengan negara-negara lain serta menunjukkan supremasi politik dan ekonomi bangsa Tiongkok, ekspedisi Cheng Ho juga membawa agenda tersembunyi (hidden agenda). Penempatan konsul, diplomat, dan duta keliling mesti dibaca dalam penegakan otoritas politik. Demikian pula penempatan konsul dagang mesti dilihat dari aspek ekonomi. Juga persebaran para juru dakwah Islam di hampir setiap kota yang disinggahi adalah upaya melakukan misionarisme Islam (Islamisasi). Singkatnya, ekspedisi besar itu menyimpan hidden agenda baik untuk kepentingan pragmatis Kekaisaran Ming maupun kepentingan 'primordial Islam' Cheng Ho, menurut Sumanto lagi. Di Palembang, Cheng Ho membentuk masyarakat Tionghoa Islam yang sudah sejak zaman Sriwijaya banyak didiami orang-orang Tionghoa. Dari situ, Cheng Ho membentuk komunitas Tionghoa Islam di Sambas. "Barangkali di Palembang-lah masyarakat Tionghoa Islam di Nusantara yang pertama, kemudian diteruskan di Jawa, Semenanjung dan Filipina, kehadiran armada Cheng Ho di pesisir Jawa, terutama pada pelayaran pertama tahun 1405 dan ketiga tahun 1413, disambut cukup antusias oleh masyarakat Islam setempat terlebih para pemuka agamanya. Seperti Maulana Malik Ibrahim, tokoh muslim awal di Gresik, yang menyambut baik rombongan Cheng Ho dan Ma Huan. Cheng Ho kemudian meninggalkan juru dakwah Tionghoa dan pengikutnya yang berhasrat tinggal di Jawa untuk berbaur dengan komunitas Islam guna menyebarkan Islam. Hampir di setiap pesisir Jawa sejak Sunda Kelapa, Cirebon, Semarang, Demak, Jepara sampai Tuban, Gresik dan Surabaya, Cheng Ho selalu menempatkan orang-orang Islam dari Tiongkok. Sebagian dari anak buah Cheng Ho tetap tinggal di pantai utara Jawa. Bagaimanapun juga ada diaspora Muslim Tionghoa pada periode itu untuk berdagang. Para pedagang ini yang mungkin menyebarkan Islam, karena tiap muslim punya kewajiban dakwah meski hanya satu ayat. Mereka berasal dari Mazhab Hanafi. Dengan demikian mereka berkontestasi dengan Mazhab Syafi'i yang dibawa dari India dan Timur Tengah. Lalu kalah.

Islam Nusantara, NU dan  Gus Muhaimin

Setelah armada Cheng Ho beberapa kali ke Nusantara dalam periode yang relatif berdekatan, yakni pada 1408, 1409, 1413, dan 1416. Kunjungan terakhir Cheng Ho ke Nusantara adalah pada 1430, ketika usianya sudah hampir mencapai 60 tahun. Tiga warsa berselang, sang laksamana meninggal dunia. Cheng Ho datang ketika Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatera, sedang menatap masa peralihan dari era kerajaan Hindu-Buddha ke Islam. Cheng Ho disebut-sebut berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam di Nusantara yang nantinya menjadi agama mayoritas di Indonesia meskipun ia adalah orang asli Cina, bahkan duta resmi Dinasti Ming. Di Jepara beberapa ornamen di Masjid Astana Sultan Hadirin Mantingan juga banyak dijumpai ornamen-ornamen khas China, ada banyak sekali masjid-masjid di Indonesia yang mempunyai ciri China, mulai dari bentuk bangunannya hingga ornamen-ornamen yang ada di dalam dan di luar masjid, di Tuban dan Pati juga terdapat lingga dan yoni, sebuah simbol yang erat dengan China. Begitu pun dengan motif ukiran yang menyerupai naga.

Perjalanan Cheng Ho di Nusantara, melalui jalur sutra memiliki posisi strategis masuknya islam di Indonesia, Cheng Ho dianggap pembuka jalur sutra baru dari China ke Asia Tenggara melalui jalur laut. Islam yang berkembang di Indonesia adalah islam yang dipengaruhi masuknya perdagangan para saudagar Arab, China  dan persia, termasuk didalamnya pelayaran Laksamana Cheng Ho, yang kemudian juga penyebaran islam ini dikembangkan oleh para wali songo, islam yang tidak menghapus kebudayaan dan adat nusantara, namun para wali kala itu secara perlahan dan penuh kasih sayang, secara bertahap memasukan ruh ajaran islam ke dalam setiap sendi kehidupan termasuk ke dalam adat, budaya nusantara, ini sangat sesuai dengan ajaran kaidah Fiqhiyyah, almuhafadzaatu alalqadimisshalih wal akhdzu biljadidil ashlah (mengambil atau membiarkan tradisi lama yang baik dan mencari dan menemukan sesuatu yang baru yang lebih baik).

Perkembangan Islam di Nusantara, seperti yang telah tercatat dalam sejarah, kaya akan budaya, adat istiadat yang terdiri dari banyak suku, ras dan golongan. Islam nusantara yang berkembang di Indonesia adalah islam rahmatan lil alamin, islam yang menjadi rahmat bagi alam semesta raya dan seisinya. Oleh karena itu, tidak bisa dipertentangkan antara budaya dan agama, selama tidak bertentangan dengan akidah Islam. Dakwah islam nusantara mendahulukan aspek manusiawi, mendahulukan keamanan dan kenyamanan masyarakat baru kemudian menyentuh aspek agama. Dalam sejarah dakwah di nusantara yang harus didahulukan adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia, salah satunya rasa aman dan nyaman.

Islam Nusantara yang merupakan manifestasi ajaran islam rahmatan lil alamin inilah islam yang hari ini dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama sebagai salah satu ormas islam terbesar di Indonesia yang berdiri pada 31 Januari 1926 bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan ekonomi berpaham Ahlussunnah wal Jamaah, yang masa itu berdirinya NU dipengaruhi kondisi sosial politik dalam dan luar negeri, yang kala itu masa perlawanan terhadap penjajah sekaligus merupakan kebangkitan politik dalam menjawab kepentingan nasional dan dunia islam, Nahdlatul ulama dalam derap langkah organisasinya berprinsip tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), tawasuth (tengah/moderat) dan taaddul (adil). Dalam sejarahnya untuk memenuhi aspirasi politik kaumnya, NU sendiri pernah terjun ke politik praktis dengan memisahkan diri dari Masyumi sehingga menjadi partai NU mengikuti pemilu pada tahun 1955 dengan perolehan 45 kursi DPR dari 91 kursi konstituante, menggabungkan diri dengan PPP pada tahun 1973 dan kemudian pada muktamar NU di Situbondo, NU mendeklarasikan tidak berpolitik praktis lagi atau sering kita kenal kembali ke Khittah 1926, fokus berkhidmat kepada ummat dan bangsa.

Selanjutnya pada masa reformasi NU yang dipelopori para kyai terutama 5 deklarator yaitu KH. Munasir Ali, KH Ilyas Ruhiyat, KH. Muhit Muzadi, KH. Mustofa Bisri dan KH Abdurrahman Wahid melahirkan Partai kebangkitan Bangsa, dan langsung mengikuti pemilu pada tahun 1999 dengan perolehan kursi sebanyak 51 kursi DPR dan menghantarkan KH Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI. Selanjutnya, Islam rahmatan lil alamin hadir sebagai fondasi kehidupan manusia, agama sebagai rahmah bagi seluruh umat manusia, agama dengan konsep kemanusiaan. Karena konsep kemanusiaan tidak memandang manusia atas dasar harta, jabatan, warna kulit, suku, ras dan lain sebagainya yang bersifat fisik, baik secara individu maupun kelompok, hal ini sesuai (QS. Al Hujurat [49]:13 disebutkan "Inna akramakum 'indallahi atqaakum" bahwa semua manusia adalah sama dengan berbagai adat, suku, kelompok dan embel-embel lainnya, yang menjadi pembeda dan  semulia-mulia manusia adalah taqwanya. Sebagaimana Ubay bin Kaab, yang juga dikenal sebagai Abu Mundhir, salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal dan terpandang di antara komunitas kaum Muslim awal. Ubay bin Ka'ab mengenai takwa. Ubay bertanya, "Pernahkah kamu berjalan di jalan yang penuh dengan duri?" Umar menjawab, "Ya." Ubay bertanya lagi, "Apa yang engkau lakukan?" Umar menjawab, "Aku menggulung lengan bajuku dan berusaha (melintasinya)." Ubay berkata, "Inilah (makna) takwa, melindungi seseorang dari dosa dalam perjalanan kehidupan yang berbahaya sehingga ia mampu melewati jalan itu tanpa terkena dosa, inilah defenisi takwa lebih menekankan sisi kemanusiaan, sholeh secara sosial.  

Gus Muhaimin nakhoda dakwah islam nusantara perspektif politik

Agama demikian merupakan seperangkat keyakinan, tradisi, atau kebiasaan yang diikuti secara turun temurun yang kemudian menjadi pedoman kehidupan. Islam secara fenomenologis muncul belakangan, walaupun secara substantif, hadir jauh sebelum dikenalnya masyarakat Arab Jahiliyah. Memahami Islam Nusantara, yang diperkenalkan oleh para walisongo, para kalangan Nahdliyyin, tak dapat dilepaskan dari kenyataan hadirnya agama itu sendiri di Nusantara, diawali Cheng Ho dan para saudagar kaya yang berlayar ke Nusantara, lalu dilanjutkan para walisongo, dan Nahdlatul Ulama. Sesungguhnya pertanyaan ini mungkin mampu menjawab keambiguan kita terhadap identitas islam. Apa entitas yang menandai secara fisik keislaman sesorang, misal jubah, imamah, jilbab, peci, atau apa? benarkah Islam masuk dan tersebar di Nusantara ini melalui Selametan? Tumpengan? Pewayangan? Dolanan? Atau bahkan tradisi Tahlilan, Marhabanan, atau apa? Banyak pertanyaan di benak kepala yang memerlukan jawaban yang jernih.

Islam rahmatan lil alamin, kemudian mengkerucut menjadi islam nusantara, islam yang menjadi ruh kehidupan dalam setiap adat, culture dan kebiasaan nusantara yang hadirnya di Indonesia melalui salah satunya jalur perdagangan dan pelayaran Cheng Ho dan para saudagar kaya diatas, yang kemudian dikembangkan lagi oleh walisongo, dan kemudian NU melanjutkan dakwah islam nusantara melalui wajah NU; ormas islam yang secara konsisten mengembangkan islam rahmah dengan berpedoman pada ajaran tasamuh, tawazun, tawasuth, dan taaddul dalam setiap tiandakannya.

Dalam perjalanan historis dan ideologisnya kemudian Nahdlatul Ulama melahirkan anak atau sayap bidang politik yang dalam derap langkah politiknya diharapkan dapat mengembangkan nilai-nilai keislaman  yang sama yaitu politik yang rahmatan lil alamin, yang memiliki pandangan tasamuh, tawazun, tawasuth dan taaddul dalam keputusan-keputusannya, maka anak tersebut kita kenal kemudian hari ini is PKB.

PKB yang secara historis dan ideologis bisa disebut sayap politik NU yang mengembangkan cita-cita, asa dan aspirasi kyai, pesantren dan pesantren besar atau Nahdlatul Ulama dan bangsa di bidang politik, diharapkan rumusan program dan strategi partai serta agenda-agenda perjuangannya untuk mendukung pembangunan nasional yang berpihak kepada rakyat di tengah persaingan global  dengan tetap berbasis pada visi politik rahmatan lil 'alamin.

Gus Muhaimin Iskandar adalah nakhodanya, nakhoda Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kita sebut kemudian Gus Ami, saat ini Gus Ami lah salah satu kader pemimpin muda NU yang secara ideologis dan historis memiliki kapasitas yang mumpuni mengejawantahkan idologi politik yang rahmatan lil alamin sebagaimana dicita-citakan para kyai dan Nahdlatul Ulama, saat ini di tangan dinginnya lah, PKB terus besar dari Pemilu ke Pemilu mengalami kenaikan perolehan kursi secara signifikan, Partai ini pertama kali mengikuti pemilu pada tahun 1999 dan pada tahun 2004 mengikutinya lagi. Partai yang berbasis kaum Nahdlatul Ulama ini sempat mengajukan Gus Dur sebagai presiden yang menjabat dari tahun 1999 sampai pertengahan 2001. Pada tahun 2004, partai ini memperoleh hasil suara 10,57% (11.989.564) dan mendapatkan kursi sebanyak 52 di DPR RI. Partai Kebangkitan Bangsa mendapat 27 kursi (4,82%) di DPR RI hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah mendapat sebanyak 5.146.122 suara (4,9%). Ini berarti penurunan besar (50% kursi) dari hasil perolehan pada tahun 2004. Kemudian, pada Pemilu 2014 suara partai meningkat dua kali lipat menjadi 9,04% (11.298.957) dengan mendapatkan 47 kursi di DPR-RI dan pemilu ini tahun 2019 PKB memperoleh kursi terbanyak sejak berdirinya PKB yaitu 58 kursi DPR RI, kerja keras ini tak lain dan tak bukan kecuali untuk mewujudkan politik yang rahmatan lilalamin, politik yang membawa maslahat bagi ummat dan bangsa.

DR (HC.) H. Abdul Muhaimin Iskandar, M.Si. atau dipanggil dengan nama Gus Imin atau Cak Imin (lahir di Jombang, Jawa Timur, 24 September 1966) adalah politikus Indonesia yang pernah sebagai menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009--2014. Ia juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa. Muhaimin Iskandar memperoleh gelar sarjana politik dari Universitas Gadjah Mada dan magister komunikasi dari Universitas Indonesia. Pada 1 September 2014, dan memperoleh gelar honoris causa dari kampus Universitas Airlangga pada 4 oktober 2017. Dan beliau juga secara aklamasi terpilih kembali sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa karena dianggap berhasil menaikkan suara pemilu 2014 menjadi 9,04%, begitupun pada Muktamar PKB tahun 2019, Gus Imin terpilih kembali secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PKB periode 2019-2024. Pendidikan pria yang beristri Rustini Murtadho serta 3 (tiga) anak tersebut dimulai dari Madrasah Tsanawiyah Negeri Jombang, Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta I, FISIP UGM tahun 1992 serta Master Bidang Komunikasi UI tahun 2001.

Berbagai pengalaman organisasi telah dijalaninya mulai dari Ketua Korps Mahasiswa Jurusan Ilmu Sosial, Yogyakarta, Ketua Cabang PMII Jogjakarta, dan Ketua Umum PB PMII, serta Sekretaris Jenderal DPP PKB 2000-2005. Gus Ami dalam pengalaman kerjanya pernah menjadi staf pengajar Pesantren Denanyar, Jombang, Kepala Divisi Penelitian Lembaga Pendapat Umum, Jakarta, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tabloid Detik, wakil ketua DPR RI selama 2 periode (1999 - 2004 dan 2004 - 2009) dan Pada 26 Maret 2018, Muhaimin diangkat menjadi Wakil Ketua MPR RI hingga kini. (wikipedia.org)

Gus Ami pernah mengemukakan analisisnya dalam sebuah studium general tunggal di Kampus Fisip Undip Semarang Rabu (30/8/2017 ) mengenai persoalan faktual bangsa, dan solusi yang menurutnya tepat adalah menjadikan konsep politik rahmatan lil alamin sebagai konsep politik, konsep politik yang bertumpu pada ajaran islam yang membumi, ajaran islam nusantara, dimana kini sedang terjadi kecenderungan mengerasnya pemahaman agama yang dangkal, kemiskinan, ketidakadilan dan problem-problem lain yang tengah dihadapi bangsa Indonesia, perdebatan klasik apakah islam atau politik merupakan dua hal yang terpisah? Menurutnya jejak sejarah nusantara dan dunia, islam dan politik mustahil dipisahkan. Gerakan islam merupakan entitas yang menjadi bagian dari kekuasaan politik ataupun dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan yang telah ada. Kompromi, persuasi, koalisi, oposisi, konsensus atau perang merupakan bagian integral dalam perkembangan islam menurutnya.

Maka dalam pandangan Gus Ami politik jangan dimaknai sebagai hal negatif, islam politik sama sekali tidak identik dengan fundamentalisme. Islam rahmatan lil alamin, yang menjelma menjadi ajaran islam nusantara perlu menjadi konsep dan ideologi politik islam di Indonesia, yang wajib diturunkan ke dalam program kerja konkrit bagi siapapun yang meyakininya. Disampaikannya lagi bahwa prinsip ideologi islam rahmatan lil alamin adalah kemanusiaan dan keadilan, kemanusiaan bermakna belas kasih, solidaritas, prinsip semua manusia sama. Sementara keadilan bermakna penegakan hukum seadil-adilnya serta pemenuhan hak dasar rakyat sesuai konstitusi. Tidak ada lagi dikotomi pancasila dengan islam, tidak ada lagi dikotomi kebangsaan dengan islam karena itu sejalan dengan konsep islam rahmatan lil alamin atau islam nusantara. Maka dapat di tarik Laksamana Cheng Ho sangat berperan dalam pengembangan islam nusantara, sedangkan Gus Muhaimin sangat berperan penting dalam pengejawantahan konsep islam nusantara, islam yang dikembangkan Nahdlatu Ulama, islam rahmah dalam perspektif politik bagi nusantara.

Memasuki usia 21 tahun PKB terus berbenah, PKB terus akan mengawal ideologi kebangsaan dan Islam di usia ke-21 PKB menambah logonya dengan lebah. Dengan filosofi lebah sebagaimana Al Quran surat An Nahl. berharap PKB memberikan kebaikan bagi Indonesia. Lebah tidak hinggap dan makan kecuali yang baik-baik dan mengeluarkan madu yang bermanfaat.  PKB akan meningkatkan mutu pejuang eksekutif dan legislatif benar-benar menunjukkan perjuangannya, rahmah bagi sesama, rahmat bagi alam semesta.

Kembali ke Wanshou Hotel dan makan malam

Selanjutnya di hari terakhir di Tiongkok, the last but not least kami berkunjung ke Great wall, salah satu keajaiban dunia yang ada berada di negeri tirai bambu dan ke Porbidden city, the palace Museum. ajiib and sayonaraaaa........

*Miftahul Janah, MSi. Adalah peminat ilmu Sosial, Agama dan Perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun