Mohon tunggu...
miftachul huda
miftachul huda Mohon Tunggu... Freelancer - rajin pangkal pandir

setiap kita merasa paling benar..

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

4 Panduan Penting Meliput Kecelakaan Sriwijaya Air dan Bagaimana Berempati

11 Januari 2021   16:29 Diperbarui: 13 Januari 2021   19:42 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panduan ini penting sekaligus menjadi bekal yang wajib, agar media atau jurnalisnya menjadi lebih peka, dan bisa menumbuhkan rasa empati terhadap setiap peristiwa yang dihadapinya. 

Dalam siaran pers AJI Indonesia hari ini, disinggung juga soal bagaimana menghormati pengalaman traumatis korban meskipun tidak disebut eksplisit dalam Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik, namun sikap menghormati pengalaman traumatis itu terdapat penjelasannya. 

Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik mengatakan, "Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik". Salah satu bentuk dari sikap profesional itu adalah "menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara."

"Menghormati pengalaman traumatis nara sumber adalah implementasi dari prinsip minimizing harm atau meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak kerja jurnalistik". 

Prinsip ini pula yang menjadi dasar penyamaran identitas anak pelaku kejahatan dan korban kejahatan susila dalam pasal 5 KEJ. Beberapa prinsip penting lain dalam KEJ adalah: fungsi jurnalisme "mencari kebenaran", "bekerja untuk kepentingan publik", "berusaha menjaga independensi".

Melihat bagaimana jurnalis dan media meliput dan mempublikasikan berita soal peristiwa kecelakaan Sriwijaya Air tersebut, AJI Indonesia menyerukan:

1. Jurnalis dan media harus menghormati pengalaman traumatik keluarga korban Sriwijaya Air dengan tidak mengajukan pertanyaan yang bisa membuatnya lebih trauma, termasuk dengan pertanyaan "Bagaimana perasaan Anda" dan semacamnya. Jurnalis juga harus mengormati sikap keluarga korban jika tidak bersedia diwawancara atau menunjukkan sikap enggan digali informasinya.

Tugas jurnalis memang mencari informasi, namun hendaknya juga memperhatikan hak narasumber untuk dihormati perasaan traumatik atau sikap enggannya. Sebagai bagian dari sikap penghormatan ini, media juga hendaknya tidak mengeskploitasi informasi, foto atau video yang bisa menimbulkan trauma lebih lanjut bagi keluarga dan publik.

2. Jurnalis dan media hendaknya tetap memegang prinsip profesionalisme seperti diatur dalam pasal 2 Kode Etik Jurnalistik. Salah satu prinsip bekerja secara profesional adalah dengan menggunakan sumber informasi yang kredibel dan kompeten. 

Semangat untuk menggali informasi dari banyak sumber adalah hal yang baik untuk mencari kebenaran, namun pemilihan sumber tetap harus mempertimbangkan kredibilitas dan kompetensinya. Menggunakan sumber dari seorang "peramal" sebagai bahan berita kecelakaan seperti ini adalah tindakan yang kurang patut.

3. Media sebaiknya lebih fokus menjalankan fungsi "informatif" dan "kontrol sosial" dan menghindari sisi yang relevansinya jauh dari peristiwa, apalagi kalau sampai mengesankan tidak menghormati pengalaman traumatik keluarga korban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun