Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jembatan dan Nawacita Jokowi

1 Agustus 2016   15:06 Diperbarui: 1 Agustus 2016   16:42 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Bambu; infrastruktur yang selama ini terabaikan? (Pic Source: Liputan6.com)

Negara manapun tentu mengamini bahwa infrastruktur itu penting. Betul sekali. Sedahsyat apapun suatu tawaran kerja sama bisnis antar negara, atau peluang-peluang maha besar dalam berinvestasi, namun apabila tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai, maka semuanya pasti akan terkendala dan susah terwujud. You won’t make it.

Infrastruktur, baik itu secara fisik maupun sosial sangatlah diperlukan. Kenapa diperlukan dan amat dibutuhkan? Oleh karena itu sudah menjadi kebutuhan dasar pengorganisasian demi kelanjutan suatu pembangunan, dan tentu juga sebagai jaminan ekonomi sektor publik serta sektor privat. Kita tentu tahu, agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik maka dukungan infrastruktur adalah suatu keniscayaan. Apabila kita menghendaki pembangunan ekonomi menjelma menjadi pertumbuhan ekonomi yang stabil dan terus meningkat, maka kesiapan infrastruktur menjadi harga mati. 

Payung tidak dapat menghentikan hujan tetapi membuat Anda bisa berjalan menembus hujan untuk mencapai tujuan. Infrastruktur memang bukan akhir dari pembangunan, tetapi dengan infrasturktur yang baik membuat Anda bisa berjalan menembus segala tantangan untuk mencapai tujuan. 

Nah, menurut teori Grigg bahwa ada setidaknya enam pengelompokan besar kategori infrastruktur, yaitu ini:

  1. Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan);
  2. Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara);
  3. Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air);
  4. Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat);
  5. Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar;
  6. Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas);

Hubungannya Dengan Nawacita Jokowi

Salah satu jalan kesejahteraan yang diyakini Presiden Jokowi adalah perwujudan lewat Nawacita – 9 butir program dalam mewujudkan cita-cita, masyarakat Indonesia yang sejahtera. Inilah yang terus diupayakan dan dikerjakan tak henti-hentinya seperti tak mengenal lelah: Kerja...kerja...keja! Kabinet pun dinamai ‘Kabinet Kerja’. Jadi ya wajar saja yang nggak bisa kerja ya lebih baik out, kan begitu?


Saya amat meyakini adanya reshuffle kabinet berbagai jilid, hingga jilid III ini pun tak lepas dari upaya-upaya beragam dalam rangka mewujudkan Nawacita tersebut, meskipun hal-hal politis masih tetap mendapat porsi juga dalam pergantian kabinet kali ini, yakni dengan memasukkan beberapa nama utusan dari parpol. Ini tak lebih supaya kondisi ‘aman’ dalam pemerintahan tetap terjaga. Kan politik juga adalah kebijakan atau seni kompromi. Jadi bukan hal tabu juga memasukkan utusan parpol ke kabinet sih. Ini juga termasuk seni merangkul dan merangkum.

Lalu mari kita melihat pada Butir ke-6 Nawacita pemerintahan ini, yang jelas-jelas mengamanatkan perlunya peningkatan daya saing dalam arti yang demikian luas. Kita tahu di tengah ekonomi dunia yang makin terbuka, keunggulan daya saing suatu produk barang dan jasa menjadi penentu kemenangan suatu bangsa. Ini landasan yang tak bisa ditolerir dengan alasan apapun. Mau tidak mau, suka tidak suka, untuk berkembang maju maka Indonesia harus punya daya saing.

Saat ini kita masih lemah di situ. Harga barang dan jasa kita terlihat masih lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya, dan sangat sering tidak stabil. Lantas kemudian ketika kita runut ke belakang, seperti pada tulisan saya di sini juga Jokowi dan Infrastruktur ternyata salah satu penyebab utamanya adalah infrastruktur yang tidak atau kurang memadai. Umpamanya saja sarana jalan yang masih begitu mengandalkan jalan arteri yang justru masih sering ‘tersumbat’ di sana-sini. daya listrik yang kurang. Jembatan yang putus, dan lain-lainnya.

Kita jangan pernah menutup mata menghadapi masalah infrastruktur seperti ini, sebab inilah urat nadi perekonomian kita. Ya sebut saja misalnya jalan, jembatan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, waduk, kesiapan daya listrik, dan sebagainya. Ibarat pembuluh darah, ia melancarkan pasokan oksigen ke seluruh tubuh untuk memberi kesegaran pada badan. Kalau ibarat obat, ia itu bagaikan obat penambah darah ketika kita letih, lesu, dan kurang bargairah. Dan jika diumpamakan seperti orang sekarat, maka ia adalah infusnya, supaya yang sekarat itu tak pula cepat mati.

Presiden Jokowi telah berupaya kuat untuk mewujudkan Nawacita menjadi realisasi nyata di lapangan dan tak sekedar retorika semata. Pembangunan jalan dikebut. Pembuatan waduk dan sarana irigasi dilaksanakan serentak. Penambahan rel kereta api. Pembangunan pelabuhan baru. Pembangunan jembatan-jembatan. Penambahan ketersediaan energi listrik, dan sebagainya. Ini semua adalah langkah-langkah konkrit menuju pewujudan apa yang dicita-citakannya itu, sehingga lagi-lagi, bukan sekedar slogan dan retorika belaka.

Indonesia Timur yang sejak jaman dahulu kala, jaman purba kala, seperti kurang tersentuh dan seakan ‘jijik’ untuk dijamah, kini mulai mendapat sentuhan magis dan penuh pesona. Pemerintah tancap gas membangun dan mempersiapkan infrastruktur di sana-sini. Waduk serentak dibangun di Aceh, Sulawesi Selatan, Nusatenggara Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Jalan-jalan toll juga dibangun di berbagai daerah di Indonesia Timur. Jokowi tidak main-main dalam hal ini.

Kemudian saya pernah membaca program kerjasama dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) yang membuat saya cukup senang. Kerjasama ini telah berhasil melakukan ekspor perdana yaitu sekitar 24 ton ikan Muroaji dari Tahuna, salah satu daerah di Provinsi saya, Sulawesi Utara (kawasan pulau terluar di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Filipina) yaitu pada tanggal 12 Mei 2016. Perhatian pemerintah terhadap Indonesia Timur memang menggembirakan.

Dana sebesar Rp313,5 triliun digelontorkan pemerintah untuk membangun infrastruktur secara merata di seluruh Indonesia pada 2016 ini. Supaya apa semua itu? Jelas supaya ketimpangan (gap) atau jurang pemisah antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur akan semakin dikurangi, kalau bisa ya dinihilkan.

Membangun dari pinggir adalah konsep pembangunan yang dicanangkan Jokowi. Konektivitas antar provinsi, daerah, atau antar wilayah akan semakin menjadi kenyataan.  Pembangunan yang “Indonesia Sentris bukan Jawa Sentris,” kata Jokowi. Butir ke-3 dari Nawacita sudah jelas mengatakan tentang membangun Indonesia dari pinggiran tersebut.

Jangan Lupain Jembatan Tradisional

Saya pernah dengar kawan saya, orang yang sangat bijak suatui ketika bilang begini ke saya, “Jikalau engkau tidak sanggup membangun jalan raya di kota, maka kumpulkan saja batu dan bangun jalan kecil di desa, yang dapat dilalui orang menuju ke sumber mata air.”

Sejalan dengan pemikiran Pak Jokowi, saya bermaksud mengingatkan saja, dan memberi usul. Jikalau konsep pembangunan dari pinggir itu benar-benar fakta di lapangan, maka jangan lupa juga soal jembatan. Iya betul, jembatan. Jem-ba-tan!

Saat ini pembangunan jembatan penghubung antar propinsi, antar daerah, antar wilayah terus dibangun, nampaknya sudah mulai sesuai dengan harapan. Jembatan memang adalah salah satu infrastruktur yang amat penting dan tidak boleh tidak diperhatikan.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki puluhan ribu pulau, ratusan sungai besar, ribuan sungai kecil, tentu saja amat memerlukan kehadiran jembatan-jembatan penghubung. Nah, menurut catatan yang dapat saya telusuri, ada beberapa data tentang jembatan-jembatan terpanjang yang dibangun dan dimiliki republik ini. Kita ini sebetulnya kaya jembatan sih.

Jembatan yang terpanjang di Indonesia saat ini adalah Jembatan Suramadu (Surabaya - Madura) yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura. Bayangkan saja, panjang jembatannya adalah 5438 meter dengan lebar yang tak kurang dari 30 meter. Jembatan ini dibangun pada tahun 2003 lalu diresmikan penggunaannya pada tahun 2009. Sungguh membanggakan.

Jembatan Suramadu yang megah (Pic Source: www.nettik.com)
Jembatan Suramadu yang megah (Pic Source: www.nettik.com)
Lalu ada jembatan Pasupati di Bandung yang memiliki panjang 2147 meter dengan lebar 21.53 meter. Ini adalah jembatan terpanjang nomor dua di Indonesia. Sudah digunakan sejak tahun 2005. Lalu kemudian ada lagi jembatan Siak di Provinsi Riau yang memiliki panjang 1196 meter dan lebar 16.95 meter. Membentang gagah di atas sungai Siak. Ini juga membanggakan.

Bagi mereka yang tinggal di Provinsi Sumatera Selatan tentu sudah sangat akrab dengan jembatan yang satu ini. Ya, namanya Ampera. Jembatan yang membentang kokoh di atas sungai Musi ini punya panjang yang tak kalah hebat, yaitu 1117 meter dan sudah diresmikan pemakaiannya sejak tahun 1965. Sudah lumayan tua juga jembatan satu ini. Kemudian di Kalimantan Selatan ada jembatan Barito yang menghubungkan dua pinggiran sungai Barito. Panjang jembatan Barito tersebut adalah 1082 meter, lebarnya sekitar 10.37 meter. Membanggakan.

Itulah jembatan-jembatan yang panjangnya melebihi 1000 meter di Indonesia. Masih banyak deretan jembatan-jembatan lainnya, yang panjangnya berkisar diantara 600 – 900 meter. Tetap membanggakan.

Namun yang memiriskan adalah ini. Diantara begitu banyaknya jembatan besar, megah, dan membanggakan, kita jumpai banyaknya jembatan kecil, rapuh, rusak, tak terurus, dan sama sekali sudah tak berdaya menopang setiap orang yang melewatinya. Jembatan-jembatan ini saya sebut sebagai ‘jembatan tradisional’. Mereka bisa terbuat dari apa saja. Dari bambu, papan, kayu, tali, rantai, atau apa saja yang sekiranya dapat dipakai. Ada begitu banyak jembatan-jembatan yang membanggakan namun tak sedikit juga jembatan-jembatan yang memiriskan.

Jembatan-jembatan ini tentu saja tetaplah infrastruktur yang harus diperhatikan dan dibenahi, bukan diabaikan begitu saja atau sekedar dilirik asal tau saja “oooh seperti itu ya...”. Cuman sampai dilirik, tanpa pernah ada pembangunan atau pembaharuan. Coba bayangkan ada anak-anak sekolah dasar sampai sekolah menengah atas yang harus bergelantungan dan meniti jembatan ini, mempertaruhkan nyawa mereka demi pendidikan dan cita-cita yang terus mereka kejar. Pemerintah harus turun tangan menyambangi dan memperhatikan mereka, khususnya perhatian terhadap ‘infrastruktur kecil’ seperti itu. Ibu-ibu mau jualan ke pasar harus menyabung nyawa meniti jembatan yang sebetulnya sudah tak layak pakai. Infrastruktur harus dibangun dari pinggir sudah tepat, namun juga yang ‘tradisional’ harus lebih diperhatikan lagi. Jangan biarkan orang untuk menyambung hidup harus dengan jalan menyabung nyawa.

Jembatan-jembatan tradisional, jembatan bambu, jembatan kayu, jembatan tali, seperti yang dapat Anda lihat di bawah ini adalah realitas lapangan yang harus diselesaikan dan dibenahi. Infrastruktur tidak melulu bicara mega proyek, yang kecil-kecil begini juga kalau dibiarkan ya berbahaya dan bisa merongrong pembangunan. Bisa jadi di Indonesia ada ratusan atau ribuan jembatan tradisional seperti ini, yang mestinya semuanya didata dan lalu kemudian dibangun lebih layak lagi. Kepedulian terhadap jembatan-jembatan ini harus lebih ditingkatkan lagi. Jangan kita abai terhadap sesuatu karena terlihat hal itu sepele dan kecil di mata kita. Pembangunan infrastruktur yang merata dan adil adalah yang mencakup semuanya, bukan yang sekedar pilih-pilih sesuai selera saja. Membangun tidak cukup dari pinggiran saja, tetapi dari tempat-tempat yang benar-benar terpencil, yang aksesnya kurang banget.

Jembatan bambu di Bali (Tribun Bali)
Jembatan bambu di Bali (Tribun Bali)
Jembatan bambu gantung di Manado/Minahasa (Pic Source: RadarManado.com)
Jembatan bambu gantung di Manado/Minahasa (Pic Source: RadarManado.com)
Jembatan bambu yang sudah lumayan oke di Minahasa Sulawesi Utara, menggunakan bambu baru (Pic Source: Klabatnewsok.com)
Jembatan bambu yang sudah lumayan oke di Minahasa Sulawesi Utara, menggunakan bambu baru (Pic Source: Klabatnewsok.com)
Jembatan kayu gantung di Banten, sudah sangat parah (Pic Source: Kaskus)
Jembatan kayu gantung di Banten, sudah sangat parah (Pic Source: Kaskus)
Masih dari Banten, bukan main perjuangan anak-anak SD ini untuk mencapai sekolahnya, perempuan lagi. Sungguh memiriskan (Pic Source: jppn.com)
Masih dari Banten, bukan main perjuangan anak-anak SD ini untuk mencapai sekolahnya, perempuan lagi. Sungguh memiriskan (Pic Source: jppn.com)
Jembatan bambu yang sudah terlihat uzur ini sudah layak diganti baru, jangan biarkan anak-anak ini celaka (Pic Source: kaskus)
Jembatan bambu yang sudah terlihat uzur ini sudah layak diganti baru, jangan biarkan anak-anak ini celaka (Pic Source: kaskus)
Jembatan gantung di Sumbar, sangat parah dan memprihatinkan. Anak SD ini benar benar bergelantungan kayak tarzan untuk mencapai sekolahnya. Benar-benar kayak digantung. Sungguh-sungguh harus diperhatikan (Pic Source: Kaskus)
Jembatan gantung di Sumbar, sangat parah dan memprihatinkan. Anak SD ini benar benar bergelantungan kayak tarzan untuk mencapai sekolahnya. Benar-benar kayak digantung. Sungguh-sungguh harus diperhatikan (Pic Source: Kaskus)
Jembatan gantung di Ciliman, anak-anak SD perempuan ini juga harus bergelantungan dan meniti tali atau labrang untuk ke sekolah mereka. Ini infrastruktur apa ya? Infrastruktur jembatan layang tali atau layang labrang barangkali? (Pic Source: Kaskus)
Jembatan gantung di Ciliman, anak-anak SD perempuan ini juga harus bergelantungan dan meniti tali atau labrang untuk ke sekolah mereka. Ini infrastruktur apa ya? Infrastruktur jembatan layang tali atau layang labrang barangkali? (Pic Source: Kaskus)
Barangkali sudah saatnya kita bangun dan buka mata lebar-lebar. Ada terlalu banyak kejadian kecil di negeri ini yang saban hari kita lihat beritanya namun kita anggap sepele. Mungkin juga sudah banyak yang jatuh korban oleh karena jembatan-jembatan yang seperti itu tak terjamah sama sekali, dan kurang serius diperhatikan, atau bahkan bisa jadi memang nggak diperhatikan sejak dulu. Wake up man...wake up!

Begitulah, langkah besar telah diayunkan, tetapi jangan pernah lupa terhadap yang kecil-kecil. Saya kembali tercenung dengan ujaran kawan saya yang bijak tadi itu. Oooh pantesan saja dia bisa bilang begitu, karena ternyata di kampungnya, yang juga adalah kampung saya, rupanya masih ada jembatan gantung yang tergantung-gantung tak berdaya karena bambu dan kayu penopangnya sudah amat keropos. Lalu, bagaimana bisa warga miskin di desa bisa mencapai mata air yang menyegarkan dan sumber kehidupan jikalau infrastrukturnya saja sudah tidak mendukung? Walahualam. ---Michael Sendow---

“If you are good at building bridges, you will never fall into the abyss!” ― Mehmet M

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun